PERANAN
QUALITY OF WORK LIFE DALAM
MENINGKATKAN
KINERJA
Budi
Gautama Siregar
Dosen
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam IAIN Padangsidimpuan
Abstrak
Quality
of work life is a continual management approach aimed at improving the quality
of work. Understanding the quality of work life is a program that includes ways
to improve the quality of their lives by creating better jobs. Various factors
need to be met in creating a quality of work life programs, among others, the
restructuring of work, reward systems, work environment, work participation,
pride, career development, conflict resolution, communication, health, and so
forth. There are three aspects of quality of work life, as follows: a)
Restructuring of work, b) System benefits and c) Work environment.
Performance
of an employee's performance itself and the level of potential employees in
their efforts to develop themselves for the benefit of companies and
organizations. Performance is the result of the quality and quantity of work
achieved by an employee in carrying out their duties in accordance with the
responsibilities assigned to him. aspects or indicators contained in the
performance
among others: a) the quality of the work, b) the honesty of employees, c) initiative, d) presence, e) attitude, f) cooperation, g) the reliability, h) knowledge of the work, i) responsibilities, j) Utilization of working time
among others: a) the quality of the work, b) the honesty of employees, c) initiative, d) presence, e) attitude, f) cooperation, g) the reliability, h) knowledge of the work, i) responsibilities, j) Utilization of working time
Key Word : quality
of working life, performance, employee
1.
Pendahuluan
Setiap organisasi berkepentingan
terhadap kinerja terbaik yang mampu dihasilkan oleh rangkaian sistem yang berlaku
dalam organisasi tersebut. Manajemen Sumber Daya Manusia merupakan salah satu
faktor kunci untuk mendapatkan kinerja terbaik. Tekanan kompetitif dalam dunia
bisnis menuntut perusahaan untuk memikirkan bagaimana cara perusahaan beradaptasi
dengan lingkungan yang senantiasa berubah. Adaptasi lingkungan bisa berarti
dalam hal lingkungan administratif perusahaan yang berarti perusahaan harus melakukan
restrukturisasi dalam organisasinya. Bentuk adaptasi lainnya adalah dalam hal
manajemen sumber daya manusia, seperti pengembangan karir, pelatihan dan perencanaan
pembagian keuntungan yang fleksibel. Seiring dengan berubahnya komposisi dari
tenaga kerja, berubah pula nilai-nilai kolektif, tujuan dan kebutuhan sumber
daya manusia. Perusahaan harus memonitor perubahan kebutuhan tersebut jika
mereka ingin mempertahankan tenaga kerja yang produktif.
Pada dasarnya kinerja karyawan
merupakan hasil proses yang kompleks, baik berasal dari diri pribadi karyawan (internal
faktor) maupun upaya strategis dari perusahaan. Kinerja yang baik tentu saja
merupakan harapan bagi semua perusahaan dan institusi yang mempekerjakan
karyawan. Karyawan merupakan suatu aset yang penting bagi perusahaan untuk dapat mencapai
tujuan yang telah ditentukan. Secara umum diperlukan adanya usaha untuk meningkatkan
pengetahuan, pendidikan atau keterampilan, disiplin dan sikap mental para
karyawannya pada tiap-tiap tingkatan secara terus menerus.
Pengembangan karyawan akan
menciptakan kondisi dinamis di dalam organisasi, maka pada dasarnya karyawan yang
telah mendapatkan kesempatan untuk mengikuti program pengembangan tersebut akan
lebih mudah menyesuaikan diri pada perkembangan teknologi maupun sosial. Quality of Work Life (QWL) mengacu
kepada bagaimana efektifnya lingkungan pekerjaan dalam memenuhi
keperluan-keperluan pribadi dan nilai-nilai dari karyawan perusahaan tersebut.
Kualitas kehidupan kerja ditentukan oleh kompensasi yang diterima karyawan,
kesempatan untuk berpartisipasi dalam organisasi, keamanan kerja, desain kerja
dan kualitas interaksi antar anggota organisasi.
Kualitas kehidupan kerja dan kinerja
merupakan dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Kualitas kehidupan kerja dapat
terwujud apabila kinerja yang dihasilkan karyawan/pekerja dalam
organisasi/perusahaan mencapai pada tahap efektivitas. Dengan demikian,
kualitas kehidupam kerja dapat didefinisikan sebagai hasil maksimal yang
dicapai organisasi didalam menyelesaikan berbagai tugas/pekerjaan yang menjadi
tanggungjawabnya dimana hasil maksimal tersebut dapat dirasakan puas oleh
pihak-pihak intern maupun ekstern organisasi. Oleh karena itu, untuk memahami
perilaku dan tingkah laku individu dalam upaya peningkatan kinerja yang pada
akhirnya akan berdampak positif bagi kelangsungan hidup organisasi, maka
didalam kajian ilmu perilaku organisasi diperlukan pemahaman kajian tentang
kualitas kehidupan kerja dan kinerja sehingga efektivitas tujuan organisasi dapat
tercapai secara maksimal. Lian, Lin, & Wu berdasarkan
hasil penelitian mengatakan bahwa seiring perkembangan jaman, saat ini karyawan
cenderung lebih memperhatikan kualitas hidup (quality of life) dibanding
tahun-tahun sebelumnya, sehingga konsekuensinya isu-isu mengenai kualitas hidup
pekerja (Quality of work life/QWL) menjadi persoalan penting bagi
pengem-bangan sumber daya manusia dalam or-ganisasi.[1]
Pendapat senada dikemukakan oleh Greenberg & Baron seperti yang dikutip
oleh White, “bahwa akhir-akhir ini terdapat meningkatkan kualitas hidup melalui
pengalaman kerja. Hal tersebut dikarenakan semakin banyak orang yang menuntut
pemenuhan kebutuhan pribadi dalam bekerja”.[2].
Beberapa peneliti
seperti Sirgy, Efraty, Siegel, dan Lee secara khusus meneliti mengenai
pengukuran QWL berdasarkan teori kebutuhan Maslow dan teori kelebihan (spillover
theories). Pengukuran tersebut dirancang untuk mengungkap sejauh
mana lingkungan kerja, persyaratan kerja, perilaku supervisi, dan
program-program penunjang dalam organisasi yang dianggap dapat memenuhi
kebutuhan seorang karyawan. Pengukuran tersebut berdasarkan tujuh dimensi
kebutuhan Maslow, yaitu kebutuhan akan kesehatan dan keamanan, kebutuhan
ekonomi, kebutuhan sosial, pengakuan dan penghargaan kerja, aktualisasi,
kebutuhan akan pengetahuan, dan kebutuhan estetika[3]. Penelitian
lain dilakukan oleh Lian, Lin, dan Wu diperoleh hasil bahwa “kepuasan kerja
berpengaruh secara signifikan terhadap QWL”[4].
Pendapat senada dikemukakan oleh Sudarsono bahwa “kepuasan kerja
berkorelasi positif terhadap QWL. Semakin tinggi kepuasan kerja
sese-orang, semakin tinggi pula QWL-nya. Kepuasan kerja sangat kuat
pengaruhnya terhadap QWL berupa karir, pendapatan, keamanan, sosial dan
jabatan yang diharapkan”[5].
Efraty dan Sirgy dalam hasil penelitiannya juga membuktikan bahwa “kepuasan
kerja, identifikasi organisasi, keterlibatan kerja, usaha kerja, serta persepsi
terhadap kinerja berhubungan positif terhadap QWL”[6].
VandeWalle, Heslin,
& Latham menyebutkan bahwa kinerja
pegawai merupakan gabungan dari kemampuan, usaha, dan kesempatan yang dapat
diukur dari akibat yang dihasilkan, kinerja dapat dikatakan sebagai hasil kerja
yang telah dilakukan oleh seseorang. Oleh karena itu, kinerja dapat
didefinisikan sebagai perilaku-perilaku atau tindakan-tindakan yang relevan
terhadap tercapainya tujuan organisasi.[7] Pada
kenyataannya kinerja pegawai sering dinilai kurang memuaskan karena terkadang citra
dan budaya yang terbangun dalam organisasi tersebut. Maka banyak terjadi
perilaku-perilaku seperti tidak disiplin, bekerja asal-asalan dan sebagainya.
2.
Pengertian Quality Of Work Life
Menurut Walton mengatakan bahwa “quality of
work life (kualitas kehidupan bekerja) atau disingkat QWL adalah seberapa
efektifnya organisasi memberikan respon pada kebutuhan–kebutuhan karyawan”[8].
Menurut Cascio, quality of work life karyawan merupakan salah satu
tujuan penting dalam memenuhi kebutuhan dan keinginan pegawai. Quality of
work life dapat didefinisikan sebagai persepsi karyawan tentang
kesejahteraan mental dan fisiknya ketika bekerja. Ada dua pandangan mengenai
maksud dari quality of work life. Pertama, quality of work life adalah
sejumlah keadaan dan praktek dari organisasi (contoh: pengayaan penyelia yang
demokratis, keterlibatan pekerja, dan kondisi kerja yang aman). Sementara yang
kedua, quality of work life adalah persepsi karyawan bahwa mereka ingin
rasa aman, mereka merasa puas, dan mendapatkan kesempatan untuk tumbuh dan
berkembang sebagai layaknya manusia[9].
Menurut
Andrie, “quality of work life didefinisikan sebagai strategi tempat
kerja yang mendukung dan memelihara kepuasan karyawan dengan tujuan untuk
meningkatkan kondisi kerja karyawan dan organisasi serta keuntungan untuk
pemberi kerja”[10].
Selanjutnya Kembaren menyebutkan quality of work life berhubungan dengan
tingkat kepuasan yang tinggi dari individu yang menikmati bentuk pekerjaannya
dalam organisasi[11].
Quality
of work life mengungkapkan pentingnya penghargaan terhadap manusia dalam
lingkungan kerjanya. Dengan demikian peran penting dari quality of work life
adalah mengubah iklim organisasi agar secara tehnis dan manusiawi membawa
kepada quality of work life yang lebih baik[12]. Quality
of work life merumuskan bahwa setiap proses kebijakan yang diputuskan oleh
perusahaan merupakan sebuah respon atas apa yang menjadi keinginan dan harapan
karyawan mereka, hal itu diwujudkan dengan berbagi persoalan dan menyatukan
pandangan mereka (perusahaan dan karyawan) ke dalam tujuan yang sama yaitu
peningkatan kinerja karyawan dan perusahaan.
Menurut
Robins mendefinisikan quality of work life sebagai suatu proses dimana
organisasi memberikan respon kepada kebutuhan karyawan dengan mengembangkan
mekanisme yang mengijinkan karyawan untuk berbagi dalam membuat keputusan yang
membentuk kehidupan kerjanya[13].
Elemen-elemen penting dari quality of work life adalah keamanan kerja,
kepuasan kerja, sistem penghargaan yang baik, keuntungan karyawan, ketelibatan
karyawan dan performansi organisasi. Quality of work life sebagai
perasaan karyawan terhadap pekerjaannya, kerabatnya dan organisasi yang
mengarah pada pertumbuhan dan keuntungan organisasi. Perasaan yang baik
terhadap pekerjaannya berarti karyawan merasa senang melakukan pekerjaan yang
akan mengarah pada lingkungan pekerjaan yang produktif. Menurut Rose menyatakan
bahwa “quality of work life sebagai lingkungan kerja yang mendukung dan
mempromosikan kepuasaan dengan memberikan penghargaan, keamanan kerja dan
kesempatan pengembangan karir kepada karyawan”[14].
Quality
of work life didefinisikan sebagai kondisi yang menyenangkan dan keadaan
yang menguntungkan bagi karyawan, kesejahteraan karyawan dan pengelolaan sikap
terhadap pekerja operasional yang sama baiknya dengan karyawan secara umum. Quality
of work life adalah dinamika multidimensional yang meliputi beberapa konsep
seperti jaminan kerja, sistem penghargaan, pelatihan dan karier peluang
kemajuan, dan keikutsertaan di dalam pengambilan-keputusan. Quality of work
life merupakan teknik manajemen yang mencakup gugus kendali mutu, job
enrichment, suatu pendekatan untuk bernegosiasi dengan karyawan, hubungan
industrial yang serasi, manajemen partisipatif dan bentuk pengembangan
organisasional[15].
3. Komponen-Komponen Quality Of Work Life
Menurut
Cascio mengatakan bahwa untuk memperbaiki quality
of work life maka diperhatikan beberapa komponen berikut, diantaranya:
a. Keterlibatan karyawan, misalnya dengan membentuk tim peningkatan
kualias, membentuk tim keterlibatan karyawan dan mengadakan pertemuan
partisipasi karyawan;
b. Pengembangan karir (career development), misalnya dengan
mengadakan pendidikan dan pelatihan, evaluasi kinerja dan promosi. Manfaatnya
adalah :
a) Mengembangkan prestasi karyawan
b) Mencegah karyawan yang minta berhenti untuk pindah kerja dengan
cara meningkatkan loyalitas karyawan
c) Sebagai wahana untuk memotivasi karyawan agar dapat
mengembangkan bakat dan kemampuannya
d) Mengurangi subjektivitas dalam promosi
e) Memberikan kepastian hari depan
f) Sebagai usaha untuk mendukung organisasi memperoleh tenaga yang
cakap dan terampil dalam melaksanakan tugas
c. Rasa bangga terhadap institusi (Pride),
contohnya perusahaan memperkuat identitas dan citra perusahaan, meningkatkan
partisipasi masyarakat, dan lebih peduli terhadap lingkungan;
d. Kompensasi yang seimbang (Equitable
compensation), contohnya perusahaan memberikan gaji dan keuntungan yang
kompetitif. Menurut Hasibuan “besarnya
kompensasi mencerminkan status, pengakuan, dan tingkat pemenuhan kebutuhan yang
dinikmati oleh karyawan bersama keluarganya”[16].
e. Rasa aman terhadap pekerjaan (Job
security), contohnya program pensiun dan status karyawan tetap;
f.
Fasilitas yang didapat (Wellness), contohnya jaminan kesehatan,
program rekreasi, program konseling. Konseling adalah setiap aktivitas di
tempat kerja di mana seorang individu memanfaatkan serangkaian keterampilan dan
teknik untuk membantu individu lainnya memikul tanggung jawab dan mengelola
pembuatan keputusan mereka apakah hal ini terkait dengan pekerjaan atau
pribadi, khususnya yang berkaitan dengan pengembangan diri. Aktivitas konseling
sebagai bagian dari kehidupan untuk bekerja secara normal;
g. Keselamatan lingkungan kerja (Save
environment), contohnya perusahaan membentuk komite keselamatan, tim gawat
darurat, dan program keselamatan. secara umum kewajiban perusahaan dalam
meningkatkan keselamatan kerja terdiri dari :
a) Memelihara tempat kerja yang aman dan
sehat bagi pekerja
b) Mematuhi semua standar dan syarat kerja
c) Mencatat semua peristiwa kecelakaan yang
terjadi yang berkaitan dengan keselamatan kerja.
h. Penyelesaian masalah (Conflict resolution), contohnya manajemen
membuka jalur formal untuk menyampaikan keluhan atau permasalahan;
i. Komunikasi (Communication), komunikasi
secara terbuka baik melalui manajemen langsung maupun melalui serikat pekerja,
pertemuan grup. Bentuk komunikasi organisasi secara umum dibedakan menjadi dua
yaitu komunikasi formal dan non formal. Bentuk komunikasi formal adalah bentuk
hubungan komunikasi yang diciptakan secara terencana, melalui jalur-jalur
formal dalam organisasi, yang melekat pada saluran-saluran yang ditetapkan
sebagaimana telah ditunjukkan melalui struktur. Bentuk khas dari komunikasi ini adalah berupa komunikasi yang ada
di luar struktur, biasanya melalui saluran-saluran non formal yang munculnya
bersifat insidental, menurut kebutuhan atau kepentingan interpersonal yang
baik, atau atas dasar kesamaan kepentingan.[17]
4. Kriteria Quality Of Work Life
Saraswati
mengatakan bahwa quality of work life adalah persepsi pekerja terhadap
suasana dan pengalaman pekerja di tempat kerja mereka. Suasana pekerjaan yang
dimaksudkan adalah berdasarkan kepada delapan kriteria, yaitu:
a. Kompensasi yang mencukupi dan adil
Gaji yang diterima
oleh individu dari kerjanya dapat memenuhi standar gaji yang diterima secara
umum, cukup untuk membiayai suatu tingkat hidup yang layak dan mempunyai
perbandingan yang sama dengan gaji yang diterima orang-orang lain dalam posisi
yang sama.
b. Kondisi-kondisi kerja yang aman dan sehat
Individu tidak
ditempatkan dalam keadaan yang dapat membahayakan fisik dan kesehatan mereka,
namun pada kondisi pekerjaan yang meminimalisasi luka-luka dan resiko
kesehatan. Waktu kerja yang layak sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan.
Begitu juga umur yang disesuaikan dengan tugas yang dipertanggungjawabkan
kepada mereka.
c. Kesempatan untuk mengembangkan dan menggunakan
kapasitas manusia
Pekerja
diberi autonomi, kerja yang mereka lakukan memerlukan berbagai kemahiran,
mereka juga diberi tujuan dan perspektif yang diperlukan tentang tugas yang
akan mereka lakukan. Pekerja juga diberikan kebebasan bertindak dalam
menjalankan tugas yang diberikan, dan pekerja juga terlibat dalam membuat
perencanaan.
d. Peluang untuk
pertumbuhan dan mendapatkan jaminan
Suatu
pekerjaan dapat memberi sumbangan dalam menetapkan dan mengembangkan kapasitas
individu. Kemahiran dan kapasitas individu itu dapat dikembangkan dan
dipergunakan dengan sepenuhnya, selanjutnya peningkatan peluang kenaikan
pangkat dan promosi dapat diperhatikan serta mendapatkan jaminan terhadap
pendapatan.
e. Rasa memiliki
Individu
merasa bagian dari suatu tim dan tidak diisolasi dari kelompok, individu saling
mendukung satu sama lain dan terdapat rasa hubungan kemasyarakatan serta
hubungan antara perseorangan. Organisasi mengutamakan konsep egalitarianism,
adanya mobilitas untuk bergerak ke atas, sehingga lingkungan kerja secara
relatif bebas dari prasangka buruk.
f. Hak-hak
karyawan
Hak
pribadi seorang individu harus dihormati, memberi dukungan kebebasan bersuara
dan terwujudnya pelayanan yang adil serta keleluasaan pribadi.
g. Pekerja dan
ruang hidup secara keseluruhan
Kerja
juga memberikan dampak positif dan negatif terhadap ruang kehidupan seseorang.
Selain berperan di lingkungan kerja, individu juga mempunyai peranan di luar
tempat kerja seperti sebagai seorang suami atau bapak dan ibu atau isteri yang
perlu mempunyai waktu untuk bersama keluarga.
h. Tanggung jawab sosial organisasi
Organisasi
mempunyai tanggung jawab sosial. Organisasi haruslah mementingkan pengguna dan
masyarakat secara keseluruhan semasa menjalankan aktivitasnya. Organisasi yang
mengabaikan peranan dan tanggung jawab sosialnya akan menyebabkan pekerja tidak
menghargai pekerjaan mereka[18].
5. Bentuk-Bentuk Quality Of Work Life
Quality
of work life mempengaruhi kualitas kehidupan karyawan. Quality of work
life merupakan aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh managemen sumber
daya manusia untuk memartabatkan karyawannya dalam lingkungan kerja. Beberapa
aktivitas yang dilakukan oleh perusahaan untuk memperbaiki kualitas kehidupan
bekerja bagi karyawan adalah:
a. Participation
Partisipasi karyawan dalam proses membuat keputusan yang
berkaitan dengan pekerjaannya dan lingkungan kerjanya dapat memperbaiki
kualitas kehidupan bekerjanya. Partisipasi ini ada dua bentuk yaitu partisipasi
horizontal yaitu interaksi karyawan dengan teman sekerja dan tim; dan
partisipasi vertical yaitu keterlibatan dalam membuat keputusan dengan atasan.
Kedua partisipasi ini dapat meningkatkan kualitas kehidupan bekerja karyawan.
Tujuannya adalah untuk menyediakan lingkungan dimana karyawan memiliki
kebebasan dan otonomi dalam membuat pilihan yang berkaitan dengan lingkungan
kerjanya dan menyesuaikan kepribadiannya dengan tuntutan kerja sebagaimana
halnya dengan menyesuaikan pekerjaannya dengan diluar pekerjaannya.
b. Job redesign
Efektivitas dan efisiensi dalam penyelesesaian tugas dan
proses kerja membutuhkan koordinasi yang tinggi dan kontrol yang kuat terhadap
karyawan. Penelitian sebelumnya menemukan dampaknya terhadap lingkungan kerja
seperti mempengaruhi motivasi karyawan, kepuasan kerja dan performa kerja yang
berimplikasi negatif terhadap organisasi dan menurunkan Quality of work life.
Oleh karena itu, penelitian selanjutnya menemukan bahwa mendesain ulang kerja
dalam batasan produksi dapat meningkatkan kualitas kehidupan bekerja dan
mempertahankan atau meningkatkan produktivitas. Tujuannya adalah untuk
menyesuaikan karakteristik pribadi karyawan dengan karakteristik pekerjaan.
Salah satu bentuk job redesign adalah job
enrichment, dimana dengan meningkatkan tanggung jawab karyawan baik dalam
perencanaan, pelaksanaan dan pengontrolan pekerjaan, dan dengan memberikan
kesempatan untuk membuat keputusan tentang metode dan prosedur yang akan
dilaksanakan, atau dengan memberikan kesempatan untuk berinteraksi langsung
dengan klien atau departemen lain, semuanya dapat meningkatkan kualitas
kehidupan bekerja. Dimensi job enrichment mempengaruhi aspek psikologis
individu yang kemudian menghasilkan konsekuensi pribadi dan pekerjaan seperti
performa kepuasan, ketidakhadiran menurun serta meningkatkan motivasi internal
karyawan.
c. Team
building
Tim merupakan salah satu bentuk kelompok, dimana setiap
anggota menganut kepribadian kelompok yang ditandai dengan cohesiveness,
beliefs, value and norm dan goal. Kerja tim dapat meningkatkan dan
memaksimalkan kerjasama anggota tim dan meningkatkan pembelajaran karyawan
untuk mempelajari keahlian karyawan lain terutama cara efisien dalam
meningkatkan produksi.
6. Pengertian Kinerja
Kinerja
pada dasarnya adalah apa yang dilakukan atau tidak dilakukan karyawan. Kinerja
karyawan adalah yang mempengaruhi seberapa banyak pekerja memberi kontribusi
kepada perusahaan yang antara lain termasuk kuantitas, output, kualitas output,
kehadiran di tempat kerja dan sikap kooperatif. Kinerja merupakan suatu
kesuksesan di dalam melaksanakan suatu pekerjaan. Kinerja sendiri dalam
pekerjaan yang sesungguhnya tergantung pada kombinasi antara kemampuan dan
iklim kerja yang mendukungnya[19].
Menurut
Efendi bahwa kinerja merupakan hasil karya yang dapat dicapai seseorang atau
kelompok dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi sesuai dengan wewenang
dan tanggung jawab masing-masing untuk mencapai tujuan organisasi bersangkutan
secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral dan etika. kinerja merupakan
hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai seseorang dalam
melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya[20].
Moeheriono (2009) memberikan definisi kinerja merupakan gambaran mengenai
tingkat pencapaian pelaksanaan suatu program kegiatan atau kebijakan dalam
mewujudkan sasaran, tujuan, visi, dan misi organisasi yang dituangkan melalui
perencanaan strategis suatu organisasi.
Mangkunegara
mengatakan bahwa performance sering diartikan sebagai kinerja, hasil
kerja atau prestasi kerja. Kinerja mempunyai makna yang lebih luas, bukan hanya
menyatakan sebagai hasil kerja, tetapi juga bagaimana proses kerja berlangsung.
Implementasi kinerja dilakukan oleh sumber daya manusia yang memiliki
kemampuan, kompetensi, motivasi, dan kepentingan[21].
Sedarmayanti
mengatakan bahwa kinerja merupakan hasil kerja yang dapat dicapai oleh
seseorang atau kelompok orang dalam suatu organisasi sesuai dengan wewenang dan
tanggung jawab masing-masing dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi
berhubungan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral dan
etika[22].
Rivai menyatakan bahwa kinerja adalah
kesediaan seseorang atau kelompok orang untuk melakukan sesuatu kegiatan dan menyempurnakannya
sesuai dengan tanggung jawabnya dengan hasil seperti yang diharapkan. Cascio
(2003) mengemukakan bahwa kinerja merujuk kepada pencapaian tujuan karyawan
atas tugas yang diberikan[23].
Berdasarkan
pendapat diatas maka dapat disimpulkan bahwa kinerja adalah hasil kerja
seseorang karyawan selama periode tertentu dibandingkan dengan berbagai standar
target/sasaran atau kriteria yang telah disepakati bersama. Kinerja merupakan apa
yang dilakukan karyawan, sehingga ada yang mempengaruhi organisasi antara lain
: 1) Kuantitas out put, 2) Kualitas out put, 3) Jangka waktu out put, 4)
Kehadiran di tempat kerja, dan 5) Sikap koperatif.
7. Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja
Menurut
Wexley, beberapa kriteria yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja adalah
sebagai berikut :
a. Kualitas, merupakan tingkat sejauh mana
proses atau hasil pelaksanaan kegiatan mendekati kesempurnaan atau mendekati
tujuan yang diharapkan. Mutu pekerjaan merupakan proses menghasilkan suatu
produk yang berjalan dengan sempurna, seluruh pekerjaan dilaksnakan secara
rapi, sempurna, dapat diterapkan dan akurat. Indikator yang dapat dipakai untuk
menilai mutu pekerjaan adalah selalu menganalisis data, persiapan diri dalam
bekerja, motivasi, pengembangan diri, patuh pada standar yang ditetapakan,
rapi, tertib, tidak menghindari umpan balik, puas dengan perencanaan yang dapat
dikerjakan dan berusaha menjadi yang terbaik.
b. Kuantitas, merupakan jumlah yang
dihasilkan, misalnya jumlah dalam rupiah, jumlah unit, jumlah siklus kegiatan
yang diselesaikan. Jumlah pekerjaan dalam hal ini berarti mempertimbangkan
jumlah produk yang dihasilkan dalam waktu tertentu dibandingkan dengan hasil
yang seharusnya dicapai sesuai dengan standar atau dibandingkan dengan hasil
pekerjaan orang lain. Penilaian jumlah pekerjaan dilakukan menggunakan
indikator umpan balik, umpan balik dari rekan, atasan dan bawahan, orientasi
waktu dan menghargai produk dengan imbalan yang sewajarnya.
c. Ketepatan waktu adalah tingkat sejauh
mana suatu kegiatan diselesaikan tepat waktu yang dikehendaki dengan
memperhatikan koordinasi hasil lain serta waktu yang tersedia untuk kegiatan
tersebut[24].
Gibson,
menyatakan terdapat 3 kelompok variabel variabel yang memengaruhi kinerja dan
perilaku yaitu :
a. Variabel individu, yang meliputi
kemampuan dan keterampilan, fisik maupun mental, latar belakang, pengalaman dan
demografi, umur dan jenis kelamin, asa usul dan sebagainya. Kemampuan dan
keterampilan merupakan faktor utama yang memengaruhi kinerja individu,
sedangkan demografi mempunyai hubungan tidak langsung pada perilaku dan
kinerja.
b. Variabel organisasi, yakni sumber daya,
kepemimpinan, imbalan, struktur dan desain pekerjaan.
c. Variabel psikologis, yakni persepsi,
sikap, kepribadian, belajar, kepuasan kerja dan motivasi[25].
Kinerja
yang baik tentu saja merupakan harapan bagi semua perusahaan dan institusi yang
mempekerjakan karyawan, sebab kinerja karyawan ini pada akhirnya diharapkan
dapat meningkatkan kinerja perusahaan secara keseluruhan. Banyak faktor yang
mempengaruhi kinerja karyawan. Tiga faktor utama yang mempengaruhi individu
dalam bekerja adalah: (1) kemampuan individu untuk melakukan pekerjaan, (2)
tingkat usaha yang dicurahkan, (3) dukungan organisasi. Hubungan ketiga faktor
ini diakui secara luas dalam literatur manajemen sebagai: Kinerja
(Performance-P) = Kemampuan (Ability-A) x Usaha (Effort-E ) x Dukungan
(Support-S).
8. Unsur-Unsur Penilaian Kinerja
Unsur-unsur
kinerja atau prestasi kerja para karyawan akan dinilai oleh setiap perusahaan
tidak selalu sama, namun pada dasarnya unsur-unsur yang dinilai tersebut
mencakup hal-hal sebagai berikut:
a. Efisiensi
Kinerja
Efisiensi
kinerja adalah karyawan selalu berusaha menampilkan hasil kerja yang lengkap
dan tidak melakukan kesalahan.
b. Efektivitas
Kinerja
Efektivitas
kinerja adalah melakukan sesuatu dengan tepat atau kemampuan untuk menentukan
tujuan yang tepat.
c. Tanggung Jawab
Tanggung
jawab adalah kemampuan karyawan untuk menyelesaikan tugas tepat waktu sesuai
dengan ketentuan perusahaan, karyawan bersedia bekerja lembur jika pekerjaan
yang ditugaskannya belum selesai, karyawan berusaha mempelajari hal-hal baru
yang belum diketahuinya yang menyangkut pekerjaan, karyawan selalu mencari
jalan keluar atas masalah pekerjaan yang dihadapinya dan karyawan selalu
meneliti hasil pekerjaannya.
d. Kerjasama
Kerjasama
karyawan adalah suatu kondisi dimana setiap karyawan saling bertukar pikiran
dan saling membantu dalam menyelesaikan pekerjaannya.
e. Loyalitas
Loyalitas
karyawan adalah kesetiaan karyawan terhadap perusahaan. Setiap karyawan merasa
memiliki perusahaan (sense of belonging) yang tinggi sehingga karyawan
akan selalu setia bekerja.
f. Komunikasi
Komunikasi karyawan adalah komunikasi karyawan dengan atasan
dan sesama rekan kerja.
g. Suasana Kerja
Suasana
kerja karyawan adalah keadaan tempat bekerja karyawan yang mendukung untuk
membantu menyelesaikan setiap pekerjaannya.
h. Disiplin
Disiplin
adalah kepatuhan karyawan akan aturan yang ditentukan oleh perusahaan, disiplin
akan waktu bekerja dan frekuensi kehadiran.
9. Peranan Quality of Work Life Dalam
Meningkatkan Kinerja
Kualitas kehidupan kerja mempunyai
pengaruh terhadap produktivitas perusahaan yang mengacu pada efektivitas
lingkungan pekerjaan dalam memenuhi keperluan-keperluan pribadi dan hak
karyawan. Penelitian terdahulu
menunjukkan bahwa kualitas kehidupan kerja mempunyai pengaruh positif dan
signifikan terhadap kinerja perusahaan ( May dan Lau, 1999 ). Kualitas
kehidupan kerja sangat mempengaruhi kinerja karyawan, sehingga kinerja
seseorang akan meningkat ketika kualitas kehidupan kerja dari individu berada
pada posisi yang tinggi.
Quality of work life merupakan
masalah utama yang patut mendapat perhatian organisasi (Lewis dkk, 2001). Hal
ini merujuk pada pemikiran bahwa kualitas kehidupan kerja dipandang mampu untuk
meningkatkan peran serta dan sumbangan para karyawan terhadap organisasi. Quality
of work life berperan dalam meningkatkan kinerja yang merupakan salah satu
penerapan demokrasi industrial dan meminimalkan pemogokan kerja. Quality of
work life merupakan dimensi yang krusial dari kinerja karyawan, karena
terbukti berpengaruh penting terhadap kinerja karyawan (Raduan, 2006). Quality
of work life pada dasarnya mencari cara untuk meningkatkan kualitas
kehidupan dan menciptakan pekerjaan yang lebih baik atau tercapainya kinerja
kerja yang tinggi (Gitosudarmo, 2000).
Quality
of work life dipandang mampu untuk meningkatkan peran serta dan sumbangan
para anggota atau karyawan terhadap organisasi. Penelitian terdahulu
menunjukkan bahwa quality of work life mempunyai pengaruh positif dan
signifikan terhadap kinerja perusahaan (May dan Lau, 1999). Adanya quality
of work life juga menumbuhkan keinginan para karyawan untuk tetap tinggal
dalam organisasi. Penelitian juga menunjukkan adanya hubungan positif antara praktek
quality of work life dengan kinerja karyawan.
Cascio
(2003) menguraikan sembilan komponen Quality of work life yang terdiri
dari keterlibatan karyawan, pengembangan karir, penyelesaian masalah,
komunikasi, fasilitas yang tersedia, rasa aman terhadap pekerjaan, keselamatan
lingkungan kerja, kompensasi yang seimbang, dan rasa bangga terhadap institusi.
10.
Penutup
Kualitas
kehidupan kerja merupakan pendekatan manajemen yang terus menerus diarahkan
pada peningkatan kualitas kerja. Pengertian
kualitas kehidupan kerja adalah Program yang mencakup cara untuk meningkatkan
kulitas kehidupan dengan menciptakan pekerjaan yang lebih baik. Berbagai faktor
perlu dipenuhi dalam menciptakan program kualitas kehidupan kerja, antara lain
restrukturisasi kerja, sistem imbalan, lingkungan kerja, partisipasi kerja,
kebanggaan, pengembangan karier, penyelesaian konflik, komunikasi, kesehatan
kerja dan lain sebagainya. Terdapat 3 aspek kualitas kehidupan kerja, sebagai
berikut: a) Restrukturisasi kerja, b) System imbalan dan c) Lingkungan kerja.
Kinerja merupakan penampilan kerja
karyawan itu sendiri dan taraf potensi karyawan dalam upayanya mengembangkan
diri untuk kepentingan perusahaan dan organisasi. Kinerja merupakan hasil kerja
secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam
melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.
aspek-aspek atau indikator yang terdapat dalam kinerja
antara lain:
a) mutu pekerjaan, b) kejujuran karyawan, c) inisiatif, d) kehadiran, e) Sikap,
f) kerja sama, g) keandalan, h) pengetahuan tentang pekerjaan, i) tanggung jawab, j) Pemanfaatan waktu kerja.
Kualitas kehidupan kerja mempunyai peranan terhadap kinerja karyawan yang
mengacu pada efektivitas lingkungan pekerjaan dalam memenuhi keperluan-keperluan
pribadi dan hak karyawan.
[1] Lian, W., Lin,
M., & Wu, K. (2007). Job stress, job
satisfaction and life satisfaction between managerial and technical is
personnel. Proceedings of Business and Information, 4, 1-17.
[2] White, A. G.
(2007). A global projection of subjective
well-being: A challenge to positive psychology? Psychtalk, 56,
17-20.
[3] Sirgy, M. J.,
Efraty, D., Siegel, P. & Lee, D. J. (2001). A new measure of quality of
work life (QWL) based on need satisfaction and spillover theories. Social
Indicators Research, 55(3), 241-302.
[4] Op.Cit,
Lian.,W., Lin., 2007, hal. 1-17
[5] Sudarsono,
(2007). Analisa struktural equation (SEM)
pada sikap hidup dan pekerjaan PNS di pemerintah Kabupaten Trenggalek. ITS
Library: Ebursa.depdiknas.go.id.
[6] Efraty, D.
& Sirgy, M. J. (1990). The effect of
quality of working life (QWL) on employee behavioral responses. Journal
of Social Indicators Research, 22, 31-47.
[7] VandeWalle, D.,
Heslin, P. A., & Latham, G. P. (2005). The
effect of implicit person theory on performance appraisals. Journal
Applied Psychologhy, 5(90), 842-856.
[8]
Walton,
R.E., 1975. Criteria for Quality of
Working Life. In L.E. Davis, A.B. Cherns and Associates (Eds.) The Quality of
Working. New York: The Free Press, Life, 1: 91-104
[10]
Andrie Hadi. 2008.
Pengaruh Kualitas Kehidupan Kerja dan
Komitmen Organisasional terhadap Kinerja
Pegawai di PT. Bank Jabar Banten. Tesis tidak diterbitkan. Bandung: Program
Magister Manajemen Pasca Sarjana UNPAD.
[11] Kembaren, E. M.
(2009). Gambaran quality of work life (QWL): Ditinjau dari perbedaan jenis
pekerjaan dan gender. Jakarta: Fakultas Psikologi Universitas Atma Jaya.
[12] Luthans, F.
(2006). Organizational behavior: Perilaku organisasi. Yogyakarta: Andi
offset.
[13] Robbins, S. P.
(2003). Organization theory: Structure, design, and applications. Alih
bahasa; Jusuf Udaya. Jakarta: Arcan.
[14] Rose, R. C.,
Beh, L., Uli, J. & Idris, K. (2006). Quality
of work life: implications of career dimensions. Journal of Social
Sciences, 2(2), 61-67.
[15]
Hasibuan,
Malayu. 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia Edisi Revisi. Jakarta: Bumi Aksara.
Hal. 67
[16] Ibid., 2002, hal. 72
[17] Op.Cit., Cascio, Wayne F, 2006, hal. 112
[18] Saraswati, B,
(2006). Hubungan antara quality of work life (QWL) dengan
komitmen karyawan pada PT. Aseli Dagadu Djogja. Skripsi (tidak
diterbitkan). Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada.
[19]
Anwar Prabu
Mangkunegara, DR., Msi. 2006. Evaluasi
Kinerja Sumber Daya Manusia, Edisi Kedua.Bandung: Refika Aditama, hal. 40
[20]
Effendi,
Marihot Tua. 2005. Manajemen Sumber daya
Manusia. Jakarta: Gramedia Widiasarana
Indonesia, hal. 102
[21]
Mangkunegara,
Anwar Prabu. 2006. Manajemen Sumber Daya
Manusia Perusahaan. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.
[22] Sedarmayanti
(2000), Restrukturisasi dan Pemberdayaan
Organisasi untuk Menghadapi Dinamika Perubahan Lingkungan Ditinjau dari
Beberapa Aspek Esensial dan Aktual, CV. Mardar Maju, Bandung.
[23]
Riyai,
Veithzal. 2008. Manajemen Sumber Daya
Manusia untuk Perusahaan . PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.
[24] Wexley, K. N.
& Yukl, L. A. (1988). Organizational behavior and personnel psychology. Boston:
Richad D. Irwin, Inc.
[25] Gibson, J. L.,
Ivancevich, J. M., & Donelly, J. H. (1997). Organizations: Behavior,
structure, and processes. New York: McGraw-Hill.
EmoticonEmoticon