Kamis, 23 Februari 2017

Jurnal



PERANAN QUALITY OF WORK LIFE  DALAM
MENINGKATKAN KINERJA  

Budi Gautama Siregar
Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam IAIN Padangsidimpuan

Abstrak

Quality of work life is a continual management approach aimed at improving the quality of work. Understanding the quality of work life is a program that includes ways to improve the quality of their lives by creating better jobs. Various factors need to be met in creating a quality of work life programs, among others, the restructuring of work, reward systems, work environment, work participation, pride, career development, conflict resolution, communication, health, and so forth. There are three aspects of quality of work life, as follows: a) Restructuring of work, b) System benefits and c) Work environment.
Performance of an employee's performance itself and the level of potential employees in their efforts to develop themselves for the benefit of companies and organizations. Performance is the result of the quality and quantity of work achieved by an employee in carrying out their duties in accordance with the responsibilities assigned to him. aspects or indicators contained in the performance
among others: a) the quality of the work, b) the honesty of employees, c) initiative, d) presence, e) attitude, f) cooperation, g) the reliability, h) knowledge of the work, i) responsibilities, j) Utilization of working time

Key Word : quality of working life, performance, employee

1. Pendahuluan
Setiap organisasi berkepentingan terhadap kinerja terbaik yang mampu dihasilkan oleh rangkaian sistem yang berlaku dalam organisasi tersebut. Manajemen Sumber Daya Manusia merupakan salah satu faktor kunci untuk mendapatkan kinerja terbaik. Tekanan kompetitif dalam dunia bisnis menuntut perusahaan untuk memikirkan bagaimana cara perusahaan beradaptasi dengan lingkungan yang senantiasa berubah. Adaptasi lingkungan bisa berarti dalam hal lingkungan administratif perusahaan yang berarti perusahaan harus melakukan restrukturisasi dalam organisasinya. Bentuk adaptasi lainnya adalah dalam hal manajemen sumber daya manusia, seperti pengembangan karir, pelatihan dan perencanaan pembagian keuntungan yang fleksibel. Seiring dengan berubahnya komposisi dari tenaga kerja, berubah pula nilai-nilai kolektif, tujuan dan kebutuhan sumber daya manusia. Perusahaan harus memonitor perubahan kebutuhan tersebut jika mereka ingin mempertahankan tenaga kerja yang produktif.
Pada dasarnya kinerja karyawan merupakan hasil proses yang kompleks, baik berasal dari diri pribadi karyawan (internal faktor) maupun upaya strategis dari perusahaan. Kinerja yang baik tentu saja merupakan harapan bagi semua perusahaan dan institusi yang mempekerjakan karyawan. Karyawan merupakan suatu aset yang  penting bagi perusahaan untuk dapat mencapai tujuan yang telah ditentukan. Secara umum diperlukan adanya usaha untuk meningkatkan pengetahuan, pendidikan atau keterampilan, disiplin dan sikap mental para karyawannya pada tiap-tiap tingkatan secara terus menerus.  
Pengembangan karyawan akan menciptakan kondisi dinamis di dalam organisasi, maka pada dasarnya karyawan yang telah mendapatkan kesempatan untuk mengikuti program pengembangan tersebut akan lebih mudah menyesuaikan diri pada perkembangan teknologi maupun sosial. Quality of Work Life (QWL) mengacu kepada bagaimana efektifnya lingkungan pekerjaan dalam memenuhi keperluan-keperluan pribadi dan nilai-nilai dari karyawan perusahaan tersebut. Kualitas kehidupan kerja ditentukan oleh kompensasi yang diterima karyawan, kesempatan untuk berpartisipasi dalam organisasi, keamanan kerja, desain kerja dan kualitas interaksi antar anggota organisasi.
Kualitas kehidupan kerja dan kinerja merupakan dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Kualitas kehidupan kerja dapat terwujud apabila kinerja yang dihasilkan karyawan/pekerja dalam organisasi/perusahaan mencapai pada tahap efektivitas. Dengan demikian, kualitas kehidupam kerja dapat didefinisikan sebagai hasil maksimal yang dicapai organisasi didalam menyelesaikan berbagai tugas/pekerjaan yang menjadi tanggungjawabnya dimana hasil maksimal tersebut dapat dirasakan puas oleh pihak-pihak intern maupun ekstern organisasi. Oleh karena itu, untuk memahami perilaku dan tingkah laku individu dalam upaya peningkatan kinerja yang pada akhirnya akan berdampak positif bagi kelangsungan hidup organisasi, maka didalam kajian ilmu perilaku organisasi diperlukan pemahaman kajian tentang kualitas kehidupan kerja dan kinerja sehingga efektivitas tujuan organisasi dapat tercapai secara maksimal. Lian, Lin, & Wu berdasarkan hasil penelitian mengatakan bahwa seiring perkembangan jaman, saat ini karyawan cenderung lebih memperhatikan kualitas hidup (quality of life) dibanding tahun-tahun sebelumnya, sehingga konsekuensinya isu-isu mengenai kualitas hidup pekerja (Quality of work life/QWL) menjadi persoalan penting bagi pengem-bangan sumber daya manusia dalam or-ganisasi.[1] Pendapat senada dikemukakan oleh Greenberg & Baron seperti yang dikutip oleh White, “bahwa akhir-akhir ini terdapat meningkatkan kualitas hidup melalui pengalaman kerja. Hal tersebut dikarenakan semakin banyak orang yang menuntut pemenuhan kebutuhan pribadi dalam bekerja”.[2].
Beberapa peneliti seperti Sirgy, Efraty, Siegel, dan Lee secara khusus meneliti mengenai pengukuran QWL berdasarkan teori kebutuhan Maslow dan teori kelebihan (spillover theories). Pengukuran tersebut dirancang untuk mengungkap sejauh mana lingkungan kerja, persyaratan kerja, perilaku supervisi, dan program-program penunjang dalam organisasi yang dianggap dapat memenuhi kebutuhan seorang karyawan. Pengukuran tersebut berdasarkan tujuh dimensi kebutuhan Maslow, yaitu kebutuhan akan kesehatan dan keamanan, kebutuhan ekonomi, kebutuhan sosial, pengakuan dan penghargaan kerja, aktualisasi, kebutuhan akan pengetahuan, dan kebutuhan estetika[3]. Penelitian lain dilakukan oleh Lian, Lin, dan Wu diperoleh hasil bahwa “kepuasan kerja berpengaruh secara signifikan terhadap QWL”[4]. Pendapat senada dikemukakan oleh Sudarsono bahwa “kepuasan kerja berkorelasi positif terhadap QWL. Semakin tinggi kepuasan kerja sese-orang, semakin tinggi pula QWL-nya. Kepuasan kerja sangat kuat pengaruhnya terhadap QWL berupa karir, pendapatan, keamanan, sosial dan jabatan yang diharapkan”[5]. Efraty dan Sirgy dalam hasil penelitiannya juga membuktikan bahwa “kepuasan kerja, identifikasi organisasi, keterlibatan kerja, usaha kerja, serta persepsi terhadap kinerja berhubungan positif terhadap QWL”[6].
VandeWalle, Heslin, & Latham  menyebutkan bahwa kinerja pegawai merupakan gabungan dari kemampuan, usaha, dan kesempatan yang dapat diukur dari akibat yang dihasilkan, kinerja dapat dikatakan sebagai hasil kerja yang telah dilakukan oleh seseorang. Oleh karena itu, kinerja dapat didefinisikan sebagai perilaku-perilaku atau tindakan-tindakan yang relevan terhadap tercapainya tujuan organisasi.[7] Pada kenyataannya kinerja pegawai sering dinilai kurang memuaskan karena terkadang citra dan budaya yang terbangun dalam organisasi tersebut. Maka banyak terjadi perilaku-perilaku seperti tidak disiplin, bekerja asal-asalan dan sebagainya.

2. Pengertian Quality Of Work Life
 Menurut Walton mengatakan bahwa “quality of work life (kualitas kehidupan bekerja) atau disingkat QWL adalah seberapa efektifnya organisasi memberikan respon pada kebutuhan–kebutuhan karyawan”[8]. Menurut Cascio, quality of work life karyawan merupakan salah satu tujuan penting dalam memenuhi kebutuhan dan keinginan pegawai. Quality of work life dapat didefinisikan sebagai persepsi karyawan tentang kesejahteraan mental dan fisiknya ketika bekerja. Ada dua pandangan mengenai maksud dari quality of work life. Pertama, quality of work life adalah sejumlah keadaan dan praktek dari organisasi (contoh: pengayaan penyelia yang demokratis, keterlibatan pekerja, dan kondisi kerja yang aman). Sementara yang kedua, quality of work life adalah persepsi karyawan bahwa mereka ingin rasa aman, mereka merasa puas, dan mendapatkan kesempatan untuk tumbuh dan berkembang sebagai layaknya manusia[9].
Menurut Andrie, “quality of work life didefinisikan sebagai strategi tempat kerja yang mendukung dan memelihara kepuasan karyawan dengan tujuan untuk meningkatkan kondisi kerja karyawan dan organisasi serta keuntungan untuk pemberi kerja”[10]. Selanjutnya Kembaren menyebutkan quality of work life berhubungan dengan tingkat kepuasan yang tinggi dari individu yang menikmati bentuk pekerjaannya dalam organisasi[11].
Quality of work life mengungkapkan pentingnya penghargaan terhadap manusia dalam lingkungan kerjanya. Dengan demikian peran penting dari quality of work life adalah mengubah iklim organisasi agar secara tehnis dan manusiawi membawa kepada quality of work life yang lebih baik[12]. Quality of work life merumuskan bahwa setiap proses kebijakan yang diputuskan oleh perusahaan merupakan sebuah respon atas apa yang menjadi keinginan dan harapan karyawan mereka, hal itu diwujudkan dengan berbagi persoalan dan menyatukan pandangan mereka (perusahaan dan karyawan) ke dalam tujuan yang sama yaitu peningkatan kinerja karyawan dan perusahaan.
Menurut Robins mendefinisikan quality of work life sebagai suatu proses dimana organisasi memberikan respon kepada kebutuhan karyawan dengan mengembangkan mekanisme yang mengijinkan karyawan untuk berbagi dalam membuat keputusan yang membentuk kehidupan kerjanya[13]. Elemen-elemen penting dari quality of work life adalah keamanan kerja, kepuasan kerja, sistem penghargaan yang baik, keuntungan karyawan, ketelibatan karyawan dan performansi organisasi. Quality of work life sebagai perasaan karyawan terhadap pekerjaannya, kerabatnya dan organisasi yang mengarah pada pertumbuhan dan keuntungan organisasi. Perasaan yang baik terhadap pekerjaannya berarti karyawan merasa senang melakukan pekerjaan yang akan mengarah pada lingkungan pekerjaan yang produktif. Menurut Rose menyatakan bahwa “quality of work life sebagai lingkungan kerja yang mendukung dan mempromosikan kepuasaan dengan memberikan penghargaan, keamanan kerja dan kesempatan pengembangan karir kepada karyawan”[14].
Quality of work life didefinisikan sebagai kondisi yang menyenangkan dan keadaan yang menguntungkan bagi karyawan, kesejahteraan karyawan dan pengelolaan sikap terhadap pekerja operasional yang sama baiknya dengan karyawan secara umum. Quality of work life adalah dinamika multidimensional yang meliputi beberapa konsep seperti jaminan kerja, sistem penghargaan, pelatihan dan karier peluang kemajuan, dan keikutsertaan di dalam pengambilan-keputusan. Quality of work life merupakan teknik manajemen yang mencakup gugus kendali mutu, job enrichment, suatu pendekatan untuk bernegosiasi dengan karyawan, hubungan industrial yang serasi, manajemen partisipatif dan bentuk pengembangan organisasional[15].

3. Komponen-Komponen Quality Of Work Life
Menurut Cascio mengatakan bahwa untuk memperbaiki quality of work life maka diperhatikan beberapa komponen berikut, diantaranya:
a.    Keterlibatan karyawan, misalnya dengan membentuk tim peningkatan kualias, membentuk tim keterlibatan karyawan dan mengadakan pertemuan partisipasi karyawan;
b.    Pengembangan karir (career development), misalnya dengan mengadakan pendidikan dan pelatihan, evaluasi kinerja dan promosi. Manfaatnya adalah :
a)    Mengembangkan prestasi karyawan
b)   Mencegah karyawan yang minta berhenti untuk pindah kerja dengan cara meningkatkan loyalitas karyawan
c)    Sebagai wahana untuk memotivasi karyawan agar dapat mengembangkan bakat dan kemampuannya
d)   Mengurangi subjektivitas dalam promosi
e)    Memberikan kepastian hari depan
f)    Sebagai usaha untuk mendukung organisasi memperoleh tenaga yang cakap dan terampil dalam melaksanakan tugas
c. Rasa bangga terhadap institusi (Pride), contohnya perusahaan memperkuat identitas dan citra perusahaan, meningkatkan partisipasi masyarakat, dan lebih peduli terhadap lingkungan;
d. Kompensasi yang seimbang (Equitable compensation), contohnya perusahaan memberikan gaji dan keuntungan yang kompetitif. Menurut Hasibuan  “besarnya kompensasi mencerminkan status, pengakuan, dan tingkat pemenuhan kebutuhan yang dinikmati oleh karyawan bersama keluarganya”[16].
e. Rasa aman terhadap pekerjaan (Job security), contohnya program pensiun dan status karyawan tetap;
f.  Fasilitas yang didapat (Wellness), contohnya jaminan kesehatan, program rekreasi, program konseling. Konseling adalah setiap aktivitas di tempat kerja di mana seorang individu memanfaatkan serangkaian keterampilan dan teknik untuk membantu individu lainnya memikul tanggung jawab dan mengelola pembuatan keputusan mereka apakah hal ini terkait dengan pekerjaan atau pribadi, khususnya yang berkaitan dengan pengembangan diri. Aktivitas konseling sebagai bagian dari kehidupan untuk bekerja secara normal;
g. Keselamatan lingkungan kerja (Save environment), contohnya perusahaan membentuk komite keselamatan, tim gawat darurat, dan program keselamatan. secara umum kewajiban perusahaan dalam meningkatkan keselamatan kerja terdiri dari :
a) Memelihara tempat kerja yang aman dan sehat bagi pekerja
b) Mematuhi semua standar dan syarat kerja
c) Mencatat semua peristiwa kecelakaan yang terjadi yang berkaitan dengan keselamatan kerja.
h. Penyelesaian masalah (Conflict resolution), contohnya manajemen membuka jalur formal untuk menyampaikan keluhan atau permasalahan;
i. Komunikasi (Communication), komunikasi secara terbuka baik melalui manajemen langsung maupun melalui serikat pekerja, pertemuan grup. Bentuk komunikasi organisasi secara umum dibedakan menjadi dua yaitu komunikasi formal dan non formal. Bentuk komunikasi formal adalah bentuk hubungan komunikasi yang diciptakan secara terencana, melalui jalur-jalur formal dalam organisasi, yang melekat pada saluran-saluran yang ditetapkan sebagaimana telah ditunjukkan melalui struktur. Bentuk khas dari komunikasi ini adalah berupa komunikasi yang ada di luar struktur, biasanya melalui saluran-saluran non formal yang munculnya bersifat insidental, menurut kebutuhan atau kepentingan interpersonal yang baik, atau atas dasar kesamaan kepentingan.[17]

4. Kriteria Quality Of Work Life
Saraswati mengatakan bahwa quality of work life adalah persepsi pekerja terhadap suasana dan pengalaman pekerja di tempat kerja mereka. Suasana pekerjaan yang dimaksudkan adalah berdasarkan kepada delapan kriteria, yaitu:
a.  Kompensasi yang mencukupi dan adil
Gaji yang diterima oleh individu dari kerjanya dapat memenuhi standar gaji yang diterima secara umum, cukup untuk membiayai suatu tingkat hidup yang layak dan mempunyai perbandingan yang sama dengan gaji yang diterima orang-orang lain dalam posisi yang sama.
b.  Kondisi-kondisi kerja yang aman dan sehat
Individu tidak ditempatkan dalam keadaan yang dapat membahayakan fisik dan kesehatan mereka, namun pada kondisi pekerjaan yang meminimalisasi luka-luka dan resiko kesehatan. Waktu kerja yang layak sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan. Begitu juga umur yang disesuaikan dengan tugas yang dipertanggungjawabkan kepada mereka.
c.  Kesempatan untuk mengembangkan dan menggunakan kapasitas manusia
Pekerja diberi autonomi, kerja yang mereka lakukan memerlukan berbagai kemahiran, mereka juga diberi tujuan dan perspektif yang diperlukan tentang tugas yang akan mereka lakukan. Pekerja juga diberikan kebebasan bertindak dalam menjalankan tugas yang diberikan, dan pekerja juga terlibat dalam membuat perencanaan.
d. Peluang untuk pertumbuhan dan mendapatkan jaminan
Suatu pekerjaan dapat memberi sumbangan dalam menetapkan dan mengembangkan kapasitas individu. Kemahiran dan kapasitas individu itu dapat dikembangkan dan dipergunakan dengan sepenuhnya, selanjutnya peningkatan peluang kenaikan pangkat dan promosi dapat diperhatikan serta mendapatkan jaminan terhadap pendapatan.
e. Rasa memiliki
Individu merasa bagian dari suatu tim dan tidak diisolasi dari kelompok, individu saling mendukung satu sama lain dan terdapat rasa hubungan kemasyarakatan serta hubungan antara perseorangan. Organisasi mengutamakan konsep egalitarianism, adanya mobilitas untuk bergerak ke atas, sehingga lingkungan kerja secara relatif bebas dari prasangka buruk.
f. Hak-hak karyawan
Hak pribadi seorang individu harus dihormati, memberi dukungan kebebasan bersuara dan terwujudnya pelayanan yang adil serta keleluasaan pribadi.
g. Pekerja dan ruang hidup secara keseluruhan
Kerja juga memberikan dampak positif dan negatif terhadap ruang kehidupan seseorang. Selain berperan di lingkungan kerja, individu juga mempunyai peranan di luar tempat kerja seperti sebagai seorang suami atau bapak dan ibu atau isteri yang perlu mempunyai waktu untuk bersama keluarga.
h. Tanggung jawab sosial organisasi
Organisasi mempunyai tanggung jawab sosial. Organisasi haruslah mementingkan pengguna dan masyarakat secara keseluruhan semasa menjalankan aktivitasnya. Organisasi yang mengabaikan peranan dan tanggung jawab sosialnya akan menyebabkan pekerja tidak menghargai pekerjaan mereka[18].

5. Bentuk-Bentuk Quality Of Work Life
Quality of work life mempengaruhi kualitas kehidupan karyawan. Quality of work life merupakan aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh managemen sumber daya manusia untuk memartabatkan karyawannya dalam lingkungan kerja. Beberapa aktivitas yang dilakukan oleh perusahaan untuk memperbaiki kualitas kehidupan bekerja bagi karyawan adalah:
a.  Participation
Partisipasi karyawan dalam proses membuat keputusan yang berkaitan dengan pekerjaannya dan lingkungan kerjanya dapat memperbaiki kualitas kehidupan bekerjanya. Partisipasi ini ada dua bentuk yaitu partisipasi horizontal yaitu interaksi karyawan dengan teman sekerja dan tim; dan partisipasi vertical yaitu keterlibatan dalam membuat keputusan dengan atasan. Kedua partisipasi ini dapat meningkatkan kualitas kehidupan bekerja karyawan. Tujuannya adalah untuk menyediakan lingkungan dimana karyawan memiliki kebebasan dan otonomi dalam membuat pilihan yang berkaitan dengan lingkungan kerjanya dan menyesuaikan kepribadiannya dengan tuntutan kerja sebagaimana halnya dengan menyesuaikan pekerjaannya dengan diluar pekerjaannya.
b. Job redesign
Efektivitas dan efisiensi dalam penyelesesaian tugas dan proses kerja membutuhkan koordinasi yang tinggi dan kontrol yang kuat terhadap karyawan. Penelitian sebelumnya menemukan dampaknya terhadap lingkungan kerja seperti mempengaruhi motivasi karyawan, kepuasan kerja dan performa kerja yang berimplikasi negatif terhadap organisasi dan menurunkan Quality of work life. Oleh karena itu, penelitian selanjutnya menemukan bahwa mendesain ulang kerja dalam batasan produksi dapat meningkatkan kualitas kehidupan bekerja dan mempertahankan atau meningkatkan produktivitas. Tujuannya adalah untuk menyesuaikan karakteristik pribadi karyawan dengan karakteristik pekerjaan.
Salah satu bentuk job redesign adalah job enrichment, dimana dengan meningkatkan tanggung jawab karyawan baik dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengontrolan pekerjaan, dan dengan memberikan kesempatan untuk membuat keputusan tentang metode dan prosedur yang akan dilaksanakan, atau dengan memberikan kesempatan untuk berinteraksi langsung dengan klien atau departemen lain, semuanya dapat meningkatkan kualitas kehidupan bekerja. Dimensi job enrichment mempengaruhi aspek psikologis individu yang kemudian menghasilkan konsekuensi pribadi dan pekerjaan seperti performa kepuasan, ketidakhadiran menurun serta meningkatkan motivasi internal karyawan.
c. Team building
Tim merupakan salah satu bentuk kelompok, dimana setiap anggota menganut kepribadian kelompok yang ditandai dengan cohesiveness, beliefs, value and norm dan goal. Kerja tim dapat meningkatkan dan memaksimalkan kerjasama anggota tim dan meningkatkan pembelajaran karyawan untuk mempelajari keahlian karyawan lain terutama cara efisien dalam meningkatkan produksi.

6. Pengertian Kinerja
Kinerja pada dasarnya adalah apa yang dilakukan atau tidak dilakukan karyawan. Kinerja karyawan adalah yang mempengaruhi seberapa banyak pekerja memberi kontribusi kepada perusahaan yang antara lain termasuk kuantitas, output, kualitas output, kehadiran di tempat kerja dan sikap kooperatif. Kinerja merupakan suatu kesuksesan di dalam melaksanakan suatu pekerjaan. Kinerja sendiri dalam pekerjaan yang sesungguhnya tergantung pada kombinasi antara kemampuan dan iklim kerja yang mendukungnya[19].
Menurut Efendi bahwa kinerja merupakan hasil karya yang dapat dicapai seseorang atau kelompok dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing untuk mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral dan etika. kinerja merupakan hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya[20]. Moeheriono (2009) memberikan definisi kinerja merupakan gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu program kegiatan atau kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, visi, dan misi organisasi yang dituangkan melalui perencanaan strategis suatu organisasi.
Mangkunegara mengatakan bahwa performance sering diartikan sebagai kinerja, hasil kerja atau prestasi kerja. Kinerja mempunyai makna yang lebih luas, bukan hanya menyatakan sebagai hasil kerja, tetapi juga bagaimana proses kerja berlangsung. Implementasi kinerja dilakukan oleh sumber daya manusia yang memiliki kemampuan, kompetensi, motivasi, dan kepentingan[21].
Sedarmayanti mengatakan bahwa kinerja merupakan hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau kelompok orang dalam suatu organisasi sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi berhubungan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral dan etika[22]. Rivai  menyatakan bahwa kinerja adalah kesediaan seseorang atau kelompok orang untuk melakukan sesuatu kegiatan dan menyempurnakannya sesuai dengan tanggung jawabnya dengan hasil seperti yang diharapkan. Cascio (2003) mengemukakan bahwa kinerja merujuk kepada pencapaian tujuan karyawan atas tugas yang diberikan[23].
Berdasarkan pendapat diatas maka dapat disimpulkan bahwa kinerja adalah hasil kerja seseorang karyawan selama periode tertentu dibandingkan dengan berbagai standar target/sasaran atau kriteria yang telah disepakati bersama. Kinerja merupakan apa yang dilakukan karyawan, sehingga ada yang mempengaruhi organisasi antara lain : 1) Kuantitas out put, 2) Kualitas out put, 3) Jangka waktu out put, 4) Kehadiran di tempat kerja, dan 5) Sikap koperatif.

7. Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja
Menurut Wexley, beberapa kriteria yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja adalah sebagai berikut :
a. Kualitas, merupakan tingkat sejauh mana proses atau hasil pelaksanaan kegiatan mendekati kesempurnaan atau mendekati tujuan yang diharapkan. Mutu pekerjaan merupakan proses menghasilkan suatu produk yang berjalan dengan sempurna, seluruh pekerjaan dilaksnakan secara rapi, sempurna, dapat diterapkan dan akurat. Indikator yang dapat dipakai untuk menilai mutu pekerjaan adalah selalu menganalisis data, persiapan diri dalam bekerja, motivasi, pengembangan diri, patuh pada standar yang ditetapakan, rapi, tertib, tidak menghindari umpan balik, puas dengan perencanaan yang dapat dikerjakan dan berusaha menjadi yang terbaik.
b. Kuantitas, merupakan jumlah yang dihasilkan, misalnya jumlah dalam rupiah, jumlah unit, jumlah siklus kegiatan yang diselesaikan. Jumlah pekerjaan dalam hal ini berarti mempertimbangkan jumlah produk yang dihasilkan dalam waktu tertentu dibandingkan dengan hasil yang seharusnya dicapai sesuai dengan standar atau dibandingkan dengan hasil pekerjaan orang lain. Penilaian jumlah pekerjaan dilakukan menggunakan indikator umpan balik, umpan balik dari rekan, atasan dan bawahan, orientasi waktu dan menghargai produk dengan imbalan yang sewajarnya.
c. Ketepatan waktu adalah tingkat sejauh mana suatu kegiatan diselesaikan tepat waktu yang dikehendaki dengan memperhatikan koordinasi hasil lain serta waktu yang tersedia untuk kegiatan tersebut[24].
Gibson, menyatakan terdapat 3 kelompok variabel variabel yang memengaruhi kinerja dan perilaku yaitu :
a. Variabel individu, yang meliputi kemampuan dan keterampilan, fisik maupun mental, latar belakang, pengalaman dan demografi, umur dan jenis kelamin, asa usul dan sebagainya. Kemampuan dan keterampilan merupakan faktor utama yang memengaruhi kinerja individu, sedangkan demografi mempunyai hubungan tidak langsung pada perilaku dan kinerja.
b. Variabel organisasi, yakni sumber daya, kepemimpinan, imbalan, struktur dan desain pekerjaan.
c. Variabel psikologis, yakni persepsi, sikap, kepribadian, belajar, kepuasan kerja dan motivasi[25].
Kinerja yang baik tentu saja merupakan harapan bagi semua perusahaan dan institusi yang mempekerjakan karyawan, sebab kinerja karyawan ini pada akhirnya diharapkan dapat meningkatkan kinerja perusahaan secara keseluruhan. Banyak faktor yang mempengaruhi kinerja karyawan. Tiga faktor utama yang mempengaruhi individu dalam bekerja adalah: (1) kemampuan individu untuk melakukan pekerjaan, (2) tingkat usaha yang dicurahkan, (3) dukungan organisasi. Hubungan ketiga faktor ini diakui secara luas dalam literatur manajemen sebagai: Kinerja (Performance-P) = Kemampuan (Ability-A) x Usaha (Effort-E ) x Dukungan (Support-S).

8. Unsur-Unsur Penilaian Kinerja
Unsur-unsur kinerja atau prestasi kerja para karyawan akan dinilai oleh setiap perusahaan tidak selalu sama, namun pada dasarnya unsur-unsur yang dinilai tersebut mencakup hal-hal sebagai berikut:
a. Efisiensi Kinerja
Efisiensi kinerja adalah karyawan selalu berusaha menampilkan hasil kerja yang lengkap dan tidak melakukan kesalahan.

b. Efektivitas Kinerja
Efektivitas kinerja adalah melakukan sesuatu dengan tepat atau kemampuan untuk menentukan tujuan yang tepat.
c. Tanggung Jawab
Tanggung jawab adalah kemampuan karyawan untuk menyelesaikan tugas tepat waktu sesuai dengan ketentuan perusahaan, karyawan bersedia bekerja lembur jika pekerjaan yang ditugaskannya belum selesai, karyawan berusaha mempelajari hal-hal baru yang belum diketahuinya yang menyangkut pekerjaan, karyawan selalu mencari jalan keluar atas masalah pekerjaan yang dihadapinya dan karyawan selalu meneliti hasil pekerjaannya.
d. Kerjasama
Kerjasama karyawan adalah suatu kondisi dimana setiap karyawan saling bertukar pikiran dan saling membantu dalam menyelesaikan pekerjaannya.
e. Loyalitas
Loyalitas karyawan adalah kesetiaan karyawan terhadap perusahaan. Setiap karyawan merasa memiliki perusahaan (sense of belonging) yang tinggi sehingga karyawan akan selalu setia bekerja.
f. Komunikasi
Komunikasi karyawan adalah komunikasi karyawan dengan atasan dan sesama rekan kerja.
g. Suasana Kerja
Suasana kerja karyawan adalah keadaan tempat bekerja karyawan yang mendukung untuk membantu menyelesaikan setiap pekerjaannya.
h. Disiplin
Disiplin adalah kepatuhan karyawan akan aturan yang ditentukan oleh perusahaan, disiplin akan waktu bekerja dan frekuensi kehadiran.

9. Peranan Quality of Work Life Dalam Meningkatkan Kinerja
Kualitas kehidupan kerja mempunyai pengaruh terhadap produktivitas perusahaan yang mengacu pada efektivitas lingkungan pekerjaan dalam memenuhi keperluan-keperluan pribadi dan hak karyawan.  Penelitian terdahulu menunjukkan bahwa kualitas kehidupan kerja mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja perusahaan ( May dan Lau, 1999 ). Kualitas kehidupan kerja sangat mempengaruhi kinerja karyawan, sehingga kinerja seseorang akan meningkat ketika kualitas kehidupan kerja dari individu berada pada posisi yang tinggi.
Quality of work life merupakan masalah utama yang patut mendapat perhatian organisasi (Lewis dkk, 2001). Hal ini merujuk pada pemikiran bahwa kualitas kehidupan kerja dipandang mampu untuk meningkatkan peran serta dan sumbangan para karyawan terhadap organisasi. Quality of work life berperan dalam meningkatkan kinerja yang merupakan salah satu penerapan demokrasi industrial dan meminimalkan pemogokan kerja. Quality of work life merupakan dimensi yang krusial dari kinerja karyawan, karena terbukti berpengaruh penting terhadap kinerja karyawan (Raduan, 2006). Quality of work life pada dasarnya mencari cara untuk meningkatkan kualitas kehidupan dan menciptakan pekerjaan yang lebih baik atau tercapainya kinerja kerja yang tinggi (Gitosudarmo, 2000).
Quality of work life dipandang mampu untuk meningkatkan peran serta dan sumbangan para anggota atau karyawan terhadap organisasi. Penelitian terdahulu menunjukkan bahwa quality of work life mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja perusahaan (May dan Lau, 1999). Adanya quality of work life juga menumbuhkan keinginan para karyawan untuk tetap tinggal dalam organisasi. Penelitian juga menunjukkan adanya hubungan positif antara praktek quality of work life dengan kinerja karyawan.
Cascio (2003) menguraikan sembilan komponen Quality of work life yang terdiri dari keterlibatan karyawan, pengembangan karir, penyelesaian masalah, komunikasi, fasilitas yang tersedia, rasa aman terhadap pekerjaan, keselamatan lingkungan kerja, kompensasi yang seimbang, dan rasa bangga terhadap institusi.

10. Penutup
Kualitas kehidupan kerja merupakan pendekatan manajemen yang terus menerus diarahkan pada peningkatan kualitas kerja.  Pengertian kualitas kehidupan kerja adalah Program yang mencakup cara untuk meningkatkan kulitas kehidupan dengan menciptakan pekerjaan yang lebih baik. Berbagai faktor perlu dipenuhi dalam menciptakan program kualitas kehidupan kerja, antara lain restrukturisasi kerja, sistem imbalan, lingkungan kerja, partisipasi kerja, kebanggaan, pengembangan karier, penyelesaian konflik, komunikasi, kesehatan kerja dan lain sebagainya. Terdapat 3 aspek kualitas kehidupan kerja, sebagai berikut: a) Restrukturisasi kerja, b) System imbalan dan c) Lingkungan kerja.
Kinerja merupakan penampilan kerja karyawan itu sendiri dan taraf potensi karyawan dalam upayanya mengembangkan diri untuk kepentingan perusahaan dan organisasi. Kinerja merupakan hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. aspek-aspek atau indikator yang terdapat dalam kinerja
antara lain: a) mutu pekerjaan, b) kejujuran karyawan, c) inisiatif, d) kehadiran, e) Sikap, f) kerja sama, g) keandalan, h) pengetahuan tentang pekerjaan,  i) tanggung jawab, j) Pemanfaatan waktu kerja. Kualitas kehidupan kerja mempunyai peranan terhadap kinerja karyawan yang mengacu pada efektivitas lingkungan pekerjaan dalam memenuhi keperluan-keperluan pribadi dan hak karyawan.


[1] Lian, W., Lin, M., & Wu, K. (2007). Job stress, job satisfaction and life satisfaction between managerial and technical is personnel. Proceedings of Business and Information, 4, 1-17.
[2] White, A. G. (2007). A global projection of subjective well-being: A challenge to positive psychology? Psychtalk, 56, 17-20.
[3] Sirgy, M. J., Efraty, D., Siegel, P. & Lee, D. J. (2001). A new measure of quality of work life (QWL) based on need satisfaction and spillover theories. Social Indicators Research, 55(3), 241-302.
[4] Op.Cit, Lian.,W., Lin., 2007, hal. 1-17
[5] Sudarsono, (2007). Analisa struktural equation (SEM) pada sikap hidup dan pekerjaan PNS di pemerintah Kabupaten Trenggalek. ITS Library: Ebursa.depdiknas.go.id.
[6] Efraty, D. & Sirgy, M. J. (1990). The effect of quality of working life (QWL) on employee behavioral responses. Journal of Social Indicators Research, 22, 31-47.
[7] VandeWalle, D., Heslin, P. A., & Latham, G. P. (2005). The effect of implicit person theory on performance appraisals. Journal Applied Psychologhy, 5(90), 842-856.
[8] Walton, R.E., 1975. Criteria for Quality of Working Life. In L.E. Davis, A.B. Cherns and Associates (Eds.) The Quality of Working. New York: The Free Press, Life, 1: 91-104
[9] Cascio, Wayne F. 2006. Managing Human Resources. Colorado: Mc Graw–Hill
[10] Andrie Hadi. 2008. Pengaruh Kualitas Kehidupan Kerja dan Komitmen Organisasional  terhadap Kinerja Pegawai di PT. Bank Jabar Banten. Tesis tidak diterbitkan. Bandung: Program Magister Manajemen Pasca Sarjana UNPAD.
[11] Kembaren, E. M. (2009). Gambaran quality of work life (QWL): Ditinjau dari perbedaan jenis pekerjaan dan gender. Jakarta: Fakultas Psikologi Universitas Atma Jaya.
[12] Luthans, F. (2006). Organizational behavior: Perilaku organisasi. Yogyakarta: Andi offset.
[13] Robbins, S. P. (2003). Organization theory: Structure, design, and applications. Alih bahasa; Jusuf Udaya. Jakarta: Arcan.
[14] Rose, R. C., Beh, L., Uli, J. & Idris, K. (2006). Quality of work life: implications of career dimensions. Journal of Social Sciences, 2(2), 61-67.
[15] Hasibuan, Malayu. 2002.  Manajemen Sumber Daya Manusia Edisi Revisi. Jakarta: Bumi Aksara. Hal. 67
[16] Ibid., 2002, hal. 72
[17] Op.Cit., Cascio, Wayne F, 2006, hal. 112
[18] Saraswati, B, (2006). Hubungan antara quality of work life (QWL) dengan komitmen karyawan pada PT. Aseli Dagadu Djogja. Skripsi (tidak diterbitkan). Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada.
[19] Anwar Prabu Mangkunegara, DR., Msi. 2006. Evaluasi Kinerja Sumber Daya Manusia, Edisi Kedua.Bandung: Refika Aditama, hal. 40
[20] Effendi, Marihot Tua. 2005. Manajemen Sumber daya Manusia. Jakarta: Gramedia  Widiasarana Indonesia, hal. 102
[21] Mangkunegara, Anwar Prabu. 2006. Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.
[22] Sedarmayanti (2000), Restrukturisasi dan Pemberdayaan Organisasi untuk Menghadapi Dinamika Perubahan Lingkungan Ditinjau dari Beberapa Aspek Esensial dan Aktual, CV. Mardar Maju, Bandung.
[23] Riyai, Veithzal. 2008. Manajemen Sumber Daya Manusia untuk Perusahaan . PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.
[24] Wexley, K. N. & Yukl, L. A. (1988). Organizational behavior and personnel psychology. Boston: Richad D. Irwin, Inc.
[25] Gibson, J. L., Ivancevich, J. M., & Donelly, J. H. (1997). Organizations: Behavior, structure, and processes. New York: McGraw-Hill.


EmoticonEmoticon

Diberdayakan oleh Blogger.