Selasa, 07 Maret 2017

Jurnal "PERANAN PIMPINAN DALAM PENERAPAN PRINSIP GOOD CORPORATE GOVERNANCE (GCG)"



PERANAN PIMPINAN DALAM PENERAPAN PRINSIP
GOOD CORPORATE GOVERNANCE (GCG)

Budi Gautama Siregar
Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam IAIN Padangsidimpuan

Abstrak

Good corporate governance (GCG) is a system to regulate and control the enterprise in order to create value added (value added) to all stakeholders. This concept focuses on two things namely, first, the importance of the right of shareholders to obtain information correctly and in a timely manner and, secondly, the company's obligation to make disclosure (disclosure) is accurate, timely, transparent to all information the company's performance, ownership, and stakeholders.
There are four main components needed in the concept of good corporate governance, namely fairness, transparency, accountability, and responsibility. These four components are essential for the implementation of good corporate governance principles consistently proven to improve the quality of financial reports and also may become an obstacle to performance engineering activities that result in the financial statements do not describe the fundamental value of the company.
Leadership as the party responsible for the management of the company has the obligation to apply the principles of good corporate governance principles requires the company. In carrying out these tasks, the directors must run it in good faith and full responsibility.

Keyword : Leadership, Principles, Good Corporate Governance

1. Pendahuluan
Dunia usaha sekarang ini semakin berkembang dan membutuhkan pengelolaan yang semakin baik dan sehat. Perusahaan publik menuntut agar setiap pimpinan dan seluruh karyawannya dapat menunjukkan tindakan yang terpuji kepada stakeholder dan dapat bertanggungjawab atas semua tindakan dan keputusannya dalam mengelola perusahaan. Guna meningkatkan performansi perusahaan kearah yang lebih baik, maka perusahaan harus dikelola secara professional dengan mengindahkan prinsip-prinsip Good Governance.
Keberlangsungan eksistensi perusahaan tidak hanya diukur oleh performa keuangan, peningkatan keuntungan akan tetapi juga performa internal perusahaan (etika dan Good Corporate Governance) dan performa kepedulian sosial perusahaan. Kelemahan mendasar pada perekonomian di Indonesia terutama diakibatkan oleh beberapa hal, yaitu: kinerja keuangan yang buruk, daya saing yang rendah, ketiadaan profesionalisme, tidak responsif terhadap perubahan dalam lingkungan bisnis, pengelolaan ekonomi dan sektor usaha yang kurang efisien serta sistem perbankan. Di dalam berbagai analisis dikemukakan, ada keterkaitan antara krisis ekonomi, krisis finansial dan krisis yang berkepanjangan di berbagai negara dengan lemahya corporate governance.
Namun pada kenyataannya, pengendalian internal tidak berjalan sesuai  konsepnya karena adanya penyimpangan  dalam kinerja manajemen yang akan berpengaruh terhadap kinerja perusahaan. Di dalam pengendalian internal, kinerja manajemen sangat penting karena merupakan inti dari perusahaan dalam mencapai tujuannya. Kinerja manajemen yang baik dapat meningkatkan pengendalian dalam perusahaan, tetapi dalam pelaksanaan prosedur yang diterapkan sering tidak sesuai dengan kinerja perusahaan dan juga pembagian tugas dan tanggung jawab. Kinerja perusahaan merupakan sesuatu yang dihasilkan oleh perusahaan dalam periode tertentu dengan mengacu pada standar yang ditetapkan. Dalam pencapaian tujuan perusahaan maka kinerja perusahaan merupakan hal yang sangat penting.
Salah satu usaha yang harus dilakukan dalam pencapaian tujuan organisasi adalah dengan penerapan good corporate governance yang baik. Corporate governance adalah seperangkat tata hubungan antara manajemen, direksi, dewan komisaris, pemegang saham dan para pemangku kepentingan (stakeholders) lainnya yang mengatur dan mengarahkan kegiatan perusahaan. Good Corporate Governance (GCG) diperlukan untuk menjaga kelangsungan hidup perusahaan melalui pengelolaan yang didasarkan pada asas transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, independensi serta kewajaran dan kesetaraan.
 Perusahaan adalah lembaga ekonomi yang didirikan oleh pemilik untuk mendapat keuntungan. Perusahaan memberi kontribusi besar kepada pertumbuhan dan perkembangan ekonomi yang akan mengarah kepada perbaikan standar hidup dan turunnya angka kemiskinan. Menurut Pasal 1 butir 5 Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007, “Pimpinan/Direksi adalah organ perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar[1]” Direksi adalah salah satu pihak yang bertanggung jawab untuk pengurusan perseroan sesuai dengan tujuan perseroan. Hal ini dikarenakan “direksi adalah trustee sekaligus agent bagi perseroan terbatas. Dikatakan sebagai trustee karena direksi melakukan pengurusan terhadap harta kekayaan perseroan, dan dikatakan agent, karena direksi bertindak keluar untuk dan atas nama perseroan”[2]
Pimpinan bertanggung jawab penuh atas manajemen perusahaan. Setiap anggota direksi bertanggung jawab penuh dan secara pribadi jika ia bersalah atau lalai dalam menjalankan tugas-tugasnya. Dalam melaksanakan tugasnya, direksi harus mematuhi anggaran dasar perseroan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam hal ini pimpinan harus menjalankan tugas-tugasnya dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab. Dalam kaitannya dengan Good Corporate Governance (GCG), direksi dipandang sebagai kunci utama keberhasilan penerapan prinsip-prinsip GCG. Secara teoritis harus diakui bahwa dengan melaksanakan prinsip-prinsip GCG ada beberapa manfaat yang bisa diambil yakni : 1) Meningkatkan kinerja perusahaan melalui terciptanya proses pengambilan keputusan yang baik, 2) Mempermudah diperolehnya dana pembiayaan yang lebih murah yang pada akhirnya akan meningkatkan corporate value, 3) Mengembalikan kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia, 4) Pemegang saham akan merasa puas dengan kinerja perusahaan karena sekaligus akan meningkatkan shareholders.[3]
Pada umumnya penerapan prinsip-prinsip GCG ini dapat membantu perusahaan keluar dari krisis ekonomi. Krisis ekonomi yang berlangsung telah membuktikan betapa lemahnya penerapan GCG dalam praktek bisnis di Indonesia. Hal tersebut menurut Mas Achmad Santosa, “disebabkan oleh birokrasi yang korup, legislatif yang tidak aspiratif dan tanggap, tidak adanya sistem kontrol timbal balik yang positif dan konstruktif”.[4]
Misahardi mengatakan bahwa “tidaklah mengherankan bila ada beberapa kalangan yang menyatakan bahwa hancurnya dunia usaha Indonesia karena adanya kolaborasi antara pengusaha dan penguasa. Korupsi, kolusi, dan Nepotisme (KKN) merupakan penyebab utama yang harus bertanggung jawab atas ambruknya perekonomian Indonesia”.[5]
Berdasarkan permasalahan diatas, maka pada kesempatan ini penulis tertarik mencoba untuk membuat sebuah tulisan yang dituangkan dalam artikel dengan judul “Peranan Pimpinan Dalam Penerapan Prinsip Good Corporate Governance”.

2. Good Corporate Governance
2.1. Pengertian
Prinsip Good Governance merupakan  kaidah, norma ataupun pedoman harus  digunakan oleh pimpinan perusahaan dan para pegawai agar segala tindakan maupun keputusan yang dilakukannya adalah dalam rangka mendukung kepentingan perusahaan dan pemegang saham. Kaidah, norma ataupun pedoman yang digunakan harus mengikuti kaidah  yang telah ditetapkan oleh Pemerintah maupun ketentuan pengelolaan perusahaan yang telah ditetapkan pada perusahan publik.
Agar praktek-praktek good governance menjadi tindakan yang nyata dari pimpinan dan para pegawainya, maka diperlukan suatu pedoman Good  Corporate Governance (GCG) Banyak difinisi yang berkaitan dengan corporate governance, diantaranya adalah  sebagai berikut :
a.    Kata governance berasal dari bahasa Perancis guvernance yang berarti pengendalian.  Selanjutnya kata tersebut dipergunakan dalam konteks kegiatan perusahaan atau jenis organisasi yang lain, menjadicoporate governance. Dalam bahasa Indonesia corporate governance diterjemahkan sebagai tata kelola atau tata pemerintahan perusahaan. Good Corporate Governance sendiri dapat didefinisikan sebagai suatu pola hubungan,  sistem, dan proses yang digunakan oleh organ perusahaan (Direksi, Dewan Komisaris, RUPS) guna memberikan nilai tambah kepada pemegang saham secara berkesinambungan dalam jangka panjang, dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholder lainnya, berlandaskan peraturan perundangan dan norma yang berlaku[6].
b.    Istilah Good Corporate Governance pertama kali diperkenalkan oleh Cadbury  Committee di tahun 1992 yang menggunakan istilah tersebut dalam laporan mereka yang kemudian dikenal sebagai Cadbury Report. Laporan ini dipandang sebagai titik balik (turning point) yang sangat menentukan bagi praktik Good Corporate Governance di seluruh dunia.[7] Good Corporate Governance, sebagai sistem yang mengarahkan dan mengendalikan  perusahaan dengan tujuan, agar mencapai keseimbangan antara kekuatan kewenangan yang diperlukan oleh perusahaan, untuk menjamin kelangsungan eksistensinya dan pertanggungjawaban kepada stakeholders. Hal ini berkaitan dengan peraturan kewenangan pemilik, direktur, manajer, pemegang saham dan sebagainya.
c.    Menurut FCGI (2001) pengertian Good Corporate Governance adalah seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham, pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan serta para pemegang kepentingan intern dan esktern lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka atau dengan kata lain suatu sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan[8].
d.   Corporate governance adalah seperangkat tata hubungan diantara manajemen, direksi, dewan komisaris, pemegang saham dan para pemangku kepentingan (stakeholders) lainnya yang mengatur dan mengarahkan kegiatan perusahaan[9].
e.    Berdasarkan Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor KEP-117/M-MBU/2002, Good Corporate Governance adalah suatu proses dari struktur yang digunakan oleh organ BUMN untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholderlainnya, berlandaskan peraturan perundangan dan etika.
f.     Malaysian Finance Committe on Corporate Governance memberikan definisi yang lebih luas mengenai konsep Good Corporate Governance. Good Corporate Governance merupakan suatu proses dan struktur yang digunakan untuk mengarahkan dan mengelola bisnis serta akuntabilitas korporasi dengan tujuan untuk meningkatkan nilai saham dalam jangka panjang serta memperhatikan kepentingan pihak-pihak lain yang terkait dengan perusahaan (stakeholder). Good Corporate Governance sering disebut sebagai sebuah pola hubungan, sistem dan  proses yang digunakan oleh organ perusahaan guna memberikan nilai tambah secara berkesinambungan dalam jangka panjang bagi pemegang saham dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholder lainnya, berlandaskan peraturan perundangan dan norma yang berlaku.[10]
2.2. Tujuan dan Prinsip Dasar GCG
Good corporate governance diperlukan untuk menjaga kelangsungan hidup perusahaan melalui pengelolaan yang didasarkan pada asas transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, independensi serta kewajaran dan kesetaraan. Di Inodnesia, penerapan GCG  telah dibuatkan pedomannya oleh Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG) melalui bukunya yang baru dirilis tahun 2006 dengan judul “Pedoman Umum Good Corporate Governance Indonesia”. GCG bagi suatu organisasi/perusahaan dimaksudkan sebagai pedoman manajemen dan karyawan dalam menjalankan praktek bisnis yang memenuhi persyaratan GCG. Sedangkan tujuannya adalah :
a.    Memaksimalkan value perusahaan dengan cara meningkatkan prinsip keterbukaan, akuntabilitas, dipercaya dan dapat dipertanggungjawabkan;
b.    Memastikan pengelolaan perusahaan dilakukan secara profesional, transparan dan efesien;
c.    Mewujudkan kemandirian dalam membuat keputusan sesuai degnan peran dan tanggungjawab masing-masing pimpinan dalam perusahaan tersebut;
d.   Memastikan setiap karyawan dalam perusahaan berperan sesuai dengan wewenang dan tanggungjawab yang telah ditetapkan.
e.    Mewujudkan praktek bisnis yang sejalan dengan prinsip-prinsip GCG secara konsisten.
Selanjutnya disebutkan bahwa jika perusahaan menerapkan mekanisme GCG secara konsisten dan efektif maka akan dapat memberikan manfaat, diantaranya :
a)    Mengurangi terjadinya agency cost;
b)   Mengurangi cost of capital;
c)    Meningkatkan nilai saham perusahaan
d)   Menciptakan dukungan para pemegang saham dalam perusahaan[11]
Penerapan GCG telah menjadi perhatian bagi dunia bisnis disetiap negara. Prinsip-prinsip GCG yang dikeluarkan oleh OECD menjadi acuan bagi setiap negara dalam penerapannya. Prinsip GCG yang dikeluarkan oleh OECD tahun 2004 mencakup hal-hal berikut :
1.    Ensuring the basis for an Effective Corporate Governance Framework
2.    The Rights of Shareholders and Key Ownership Functions
3.    The Equitable Treatment of shareholders
4.    The Role of Stakeholders in Corporate Governance
5.    Disclosure and Transparency
6.     The responsibilities of the Board
Berdasarkan prinsip-prinsip tersebut, masing-masing negara selanjutnya mengadopsi prinsip tersebut dalam Pedoman Umum Good Corporate Governance di Indonesiakan disusun oleh Komite Nasional Kebijakan Governance.  Pedoman yang diterbitkan pada tahun 2006 ini merupakan revisi atas  Pedoman  Good Corporate Governance yang diterbitkan pada tahun 2001. Meskipun  Pedoman Umum  Good Corporate Governance  Indonesia 2006 ini tidak memiliki kekuatan  hukum yang mengikat, namun dapat menjadi rujukan bagi dunia usaha dalam menerapkan  Good Corporate Governance. Adapun prinsip dan pedoman pelaksanaan GCG adalah :
No.
Prinsip
Pedoman Pelaksanaan
1.
Transparansi (Transparency)
Untuk menjaga obyektivitas dalam  menjalankan bisnis, perusahaan harus  menyediakan informasi yang material  dan relevan dengan cara yang mudah  diakses dan dipahami oleh pemangku kepentingan.
Perusahaan  harus mengambil inisiatif untuk mengungkapkan tidak hanya masalah yang disyaratkan oleh peraturan perundang-undangan, tetapi juga hal yang penting untuk  pengambilan keputusan oleh pemegang saham, kreditur dan pemangku kepentingan lainnya.
1.    Perusahaan harus menyediakan informasi secara tepat waktu, memadai, jelas, akurat dan dapat diperbandingkan serta mudah diakses oleh pemangku kepentingan sesuai dengan haknya.
2.    Informasi yang harus diungkapkan  meliputi, tetapi tidak terbatas pada, visi, misi, sasaran usaha dan strategi  perusahaan, kondisi keuangan, susunan dan kompensasi pengurus, pemegang saham pengendali, kepemilikan saham oleh anggota.  Direksi dan anggota Dewan Komisaris beserta anggota keluarganya dalam perusahaan danperusahaan lainnya, sistem manajemen risiko, sistem pengawasan dan pengendalian internal, sistem dan pelaksanaan GCG serta tingkat kepatuhannya, dan kejadian penting yang dapat mempengaruhi kondisi perusahaan.
3.    Prinsip keterbukaan yang dianut oleh perusahaan tidak mengurangi kewajiban untuk memenuhi ketentuan kerahasiaan perusahaan sesuai dengan peraturan perundang-undangan, rahasia jabatan, dan hak-hak pribadi
4.    Kebijakan perusahaan harus tertulis dan secara proporsional dikomunikasikan kepada pemangku kepentingan.
2.
Akuntabilitas (Accountability)
Perusahaan harus dapat mempertanggungjawabkan kinerjanya secara  transparan dan wajar. Untuk itu perusahaan
harus dikelola secara benar, terukur dan  sesuai dengan  kepentingan perusahaan  dengan tetap memperhitungkan  kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lain.
Akuntabilitas merupakan prasyarat yang  diperlukan untuk mencapai kinerja yang  berkesinambungan
1. Perusahaan harus menetapkan rincian tugas dan tanggung jawab masing-masing organ perusahaan dan semua karyawan secara jelas dan selaras dengan visi, misi, nilai-nilai perusahaan (corporate values), dan strategi perusahaan.
2. Perusahaan harus meyakini bahwa semua  organ perusahaan dan semua karyawan mempunyai kemampuan sesuai dengan  tugas, tanggung jawab, dan perannya dalam pelaksanaan GCG
3. Perusahaan harus memastikan adanya  sistem pengendalian internal yang efektif dalam pengelolaan perusahaan.
4. Perusahaan harus memiliki ukuran kinerja untuk semua jajaran perusahaan yang konsisten dengan sasaran usaha perusahaan, serta memiliki sistem penghargaan dan sanksi (reward and punishment system)
5. Dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya, setiap organ perusahaan dan semua karyawan harus berpegang pada etika bisnis dan  pedoman perilaku  (code of conduct)  yang telah disepakat.
3.
Responsibilitas (Responsibility)
Perusahaan harus mematuhi peraturan perundang-undangan serta melaksanakan tanggung jawab terhadap masyarakat dan  lingkungan sehingga dapat terpelihara kesinambungan usaha dalam jangka  panjang dan mendapat pengakuan sebagai good corporate citizen.
1.     Organ perusahaan harus berpegang pada prinsip kehati-hatian dan memastikan kepatuhan terhadap peraturan perundang undangan, anggaran dasar dan peraturan perusahaan (by-laws)
2.      Perusahaan harus melaksanakan tanggung  jawab sosial dengan antara lain peduli terhadap masyarakat dan kelestarian lingkungan terutama di sekitar perusahaan dengan membuat perencanaan dan pelaksanaan yang memadai.
4.
Independensi (Independency)
Untuk melancarkan pelaksanaan asas GCG, perusahaan harus  dikelola secara independen sehingga masing-masing organ perusahaan tidak saling mendominasi dan tidak dapat diintervensi oleh pihak lain

1.     Masing-masing organ perusahaan harus  menghindari terjadinya dominasi oleh pihak manapun, tidak terpengaruh oleh kepentingan tertentu, bebas dari benturan kepentingan (conflict of interest) dan dari segala pengaruh atau tekanan, sehingga pengambilan keputusan dapat dilakukan secara obyektif.
2.     Masing-masing organ perusahaan harus  melaksanakan fungsi dan tugasnya sesuai dengan anggaran dasar dan peraturan perundang-undangan, tidak saling mendominasi dan atau melempar tanggung  jawab antara satu dengan yang lain
5.
Kewajaran dan Kesetaraan (Fairness)
Dalam melaksanakan kegiatannya,  perusahaan harus senantiasa memperhatikan kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya berdasarkan  asas kewajaran dan kesetaraan.

1.     Perusahaan harus memberikan kesempatan kepada pemangku kepentingan untuk memberikan masukan dan menyampaikan pendapat bagi kepentingan perusahaan  serta membuka akses terhadap informasi sesuai dengan prinsip transparansi dalam  lingkup kedudukan masing-masing.
2.     Perusahaan harus memberikan perlakuan yang setara dan wajar kepada pemangku kepentingan sesuai dengan manfaat dan kontribusi yang diberikan kepada  perusahaan
3.     Perusahaan harus memberikan kesempatan yang sama dalam penerimaan karyawan, berkarir dan melaksanakan tugasnya secara profesional tanpa membedakan suku, agama, ras, golongan,  gender, dan kondisi fisik.
Sumber : Pedoman Umum GCG Indonesia 2006
3. Implementasi Good Corporate Governance
Terdapat tiga arah agenda penerapan GCG di Indonesia (BP BUMN, 1999) yakni, menetapkan kebijakan nasional, menyempurnaan kerangkanasional dan membangun inisiatif sektor swasta. Terkait dengan kerangka regulasi, Bapepam bersama dengan self-regulated organization (SRO) yang didukung oleh Bank Dunia dan ADB telah menghasilkan beberap proyek GCG seperti JSX Pilot project, ACORN, ASEM, dan ROSC. Seiring dengan proyek-proyek ini, kementerian BUMN juga telah mengembangkan kerangka untuk implementasi
GCG.
Dalam kaitan dengan peran dan fungsi tersebut, BAPEPAM dapat memastikan bahwa berbagai peraturan dan ketentuan yang ada, terus menerus disempurnakan, serta berbagai pelanggaran yang terjadi akan mendapatkan sanksi sesuai ketentuan yang berlaku. Dalam hal regulatory framework, untuk mengkaji peraturan perundang-undangan yang terkait dengan korporasi dan program reformasi hukum, pada umumnya terdapat beberapa capaian yang terkait dengan implementasi GCG seperti diberlakukannya undang-undang tentang Bank Indonesia di tahun 1998, undang-undang anti korupsi tahun 1999, dan undang-undang BUMN, serta privatisasi BUMN tahun 2003.
Demikian pula dengan proses amandemen undang-undang perseroan terbatas, undang-undang pendaftaran perusahaan, serta undang-undang kepailitan yang saat ini masih sedang dalam proses penyelesaian. Dalam pelaksanaan program reformasi hukum, terdapat beberapa hal penting yang telah diterapkan, misalnya pembentukan pengadilan niaga yang dimulai tahun 1997 dan pembentukan badan arbitrasi pasar modal tahun 2001.
Bergulirnya reformasi corporate governance masih menyisakan hal-hal strategis yang harus dikaji, seperti kesesuaian dan sinkronisasi berbagai peraturan perundangan yang terkait. Demikian pula yang terkait dengan otonomi daerah, permasalahan yang timbul dalam kerangka regulasi adalah pemberlakuan undang-undang otonomi daerah yang cenderung kebablasan tanpa diikuti dengan kesadaran dan pemahaman good governance itu sendiri. Inisiatif di sektor swasta terlihat pda aktivitas organisasi-organisasi corporate governance dalam bentuk upaya-upaya sosialisasi, pendidikan, pelatihan, pembuatan rating, penelitian, dan advokasi.
Pendatang baru di antara organisasi-organisasi ini adalah IKAI dan LAPPI. IKAI adalah asosiasi untuk para anggota komite audit, sedangkan LAPPI (lembaga advokasi, proxi, dan perlindungan investor) pada dasarnya berbagi pengalaman dalam shareholders activism, dengan misi utama melindungi kepentingan para pemegang saham minoritas.
Dalam penerapan GCG di Indonesia, seluruh pemangku kepentingan turut berpartisipasi. Komite Nasional Kebijakan Corporate Governance yang diawal tahun 2005 di ubah menjadi Komite Nasional Kebijkan Governance telah menerbitkan pedoman Aspek baru dalam implentasi GCG di lingkungan BUMN adalah kewajban untuk memiliki statement of corporate intent (SCI). SCI pada dasarnya adalah komitmen perusahaan terhadap pemegang saham dalam bentuk suatu kontrak yang menekankan pada strategi dan upaya manajemen dan didukung dengan dewan komisaris dalam mengelola perusahaan.
Terkait dengan SCI, direksi diwajibkan untuk menanda tangani appointment agreements (AA) yang merupakan komitmen direksi untuk memenuhi fungsi-fungsi dan kewajiban yang diembannya. Indikator kinerja direksi terlihat dalam bentuk reward and punishment system dengan meratifikasi undang-undang BUMN. Pasar modal juga perlu menerapkan prinsip-prinsip GCG untuk perusahaan publik. Ini ditunjukkan melalui berbagai regulasi yang dikeluarkan oleh Bursa Efek Jakarta (BEJ), yang menyatakan bahwa seluruh perusahaan tercatat wajib melaksanakan GCG. Implementasi GCG dimaksudkan untuk meningkatkan perlindungan kepentingan investor, terutam para pemegang saham di perusahaan-perusahaan terbuka.

4.  Peranan Pimpinan Dalam Penerapan GCG
Secara historis GCG telah diawali sejak 200 tahun lalu ketika Blackstone menggambarkan korporasi sebagai little republic. Dengan demikian, unsur pengelolaan perusahaan seperti halnya suatu republik harus diselenggarakan melalui tindakan-tindakan sebagai berikut :
a. Pemilihan anggota dewan direksi (board of director) oleh pemegang saham melalui pemberian suara yang merupakan hak dasar pemegang saham.
b. Organ  legislatif  perusahaan (board od director) yang merupakan sentral kewenangan manajerial. Kewenangan perusahaan berada pada board of director.
c. Birokrasi perusahaan yang terdiri dari board of director dan eksekutif pelaksana sehari-hari manajemen perusahaan (day to day management)[12]
Kemudian berbagai institusi internasional di berbagai negara telah banyak memberikan pengertian mengenai corporate governance. Secara umum corporate governance dapat diartikan sebagai :  
Proses dan struktur yang digunakan untuk mengarahkan dan mengelola bisnis dan urusan-urusan perusahaan dalam rangka menningkatkan kemakmuran bisnis dan akuntabilitas perusahaan dengan tujuan utama mewujudkan nilai tambah pemegang saham dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan stakeholder yang lain.[13]

Dari pengertian tersebut menurut M. Irsan Nasarudin dan Indra Surya dapat dikatakan bahwa ”corporate governance mengandung prinsip pengelolaan perusahaan dengan memperhatikan keseimbangan kewenangan pelaksana perusahaan dengan kepentingan pemegang saham serta kepentingan masyarakat luas sebagai bagian dari stakeholder”.[14]
Dalam kaitannya dengan tugas dan tanggung jawab direksi sebagai suatu organ perseroan untuk menerapkan prinsip GCG, direksi tidak secara sendiri-sendiri bertanggung jawab kepada perseroan. Menurut UU Perseroan Terbatas, direksi merupakan suatu organ yang di dalamnya terdiri satu atau lebih anggota yang dikenal dengan sebutan direktur. Pada prinsipnya hanya ada satu orang direktur, akan tetapi dalam hal-hal tertentu sebuah Perseroan Terbatas haruslah mempunyai paling sedikit 2 (dua) orang direktur, yaitu dalam hal, sebagai berikut :
1. Perseroan yang bidang usahanya mengerahkan dana masyarakat
2. Perseroan yang menerbitkan surat pengakuan hutang
3. Perseroan berbentuk Perseroan Terbuka.[15]
Adapun tanggung jawab pimpinan/direksi menurut Pasal 97 ayat (1,2, dan 3) UU Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007 adalah sebagai berikut :
1. Bertanggung jawab atas pengurusan perseroan untuk kepentingan perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan;
2. Setiap anggota direksi wajib dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab menjalankan tugas untuk kepentingan dan usaha perseroan;
3. Setiap anggota direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi atas kerugian perseroan apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2).
4.1. Peranan Pimpinan  yang Berhubungan dengan Prinsip Transparansi
Sebagai kewajiban untuk melakukan transparansi, direksi bertanggung jawab penuh atas kebenaran dan keakuratan setiap data dan keterangan yang disediakannya kepada publik dan para pemegang saham maupun pihak ketiga berdasarkan perjanjian, yaitu untuk hal-hal yang berkaitan dengan kinerja keuangan, liability, kepemilikan,dan isu corporate governance. Dengan kata lain, ”Prinsip Transparansi menekankan bahwa keterbukaan harus diterapkan dalam setiap aspek di perusahaan yang berkaitan dengan kepentingan publik atau pemegang saham. Transparansi dalam GCG adalah wujud pengelolaan perusahaan secara terbuka dan pengungkapan fakta yang akurat serta tepat waktu kepada stakeholder”[16]
Pasal-pasal yang mengatur prinsip transparansi dalam UU Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007 antara lain :
a.  Pasal 66 yang memuat tentang kewajiban direksi untuk membuat laporan tahunan yang berisikan laporan keuangan, kegiatan perseroan, tanggung jawab sosial dan lingkungan, rincian masalah yang timbul selama tahun buku, tugas pengawasan yang dilakukan Dewan Komisaris, nama anggota direksi dan Dewan Komisaris, gaji dan tunjangan anggota direksi dan dewan komisaris, neraca rugi laba dari tahun buku yang bersangkutan.
b. Pasal 100 yang memuat tentang kewajiban direksi untuk membuat daftar pemegang saham, daftar khusus, risalah RUPS, dan risalah rapat direksi.
c. Pasal 101 yang memuat kewajiban anggota direksi untuk melaporkan kepada perseroan mengenai saham yang dimiliki anggota direksi yang bersangkutan dan atau keluarganya dalam perseroan dan perseroan lainnya.
d. Pasal 102 yang memuat kewajiban direksi untuk meminta persetujuan RUPS jika mau mengalihkan harta kekayaan perseroan atau menjadikan jaminan hutang kekayaan perseroan.
4.2. Peranan Pimpinan  yang Berhubungan dengan Prinsip Keadilan
Prinsip keadilan adalah memberikan perlakuan yang sama terhadap pemegang saham. Perlakuan yang sama ini misalnya dalam hal memberikan informasi yang benar dan akurat atas kinerja perusahaan, dan informasi ini diberikan tidak kepada pemegang saham tertentu saja, tetapi semua pemegang saham mempunyai kesempatan yang sama untuk mengakses informasi yang dibutuhkan, termasuk perlakuan yang adil dan perlindungan hukum bagi pemegang saham minoritas. Dan pemegang saham asing serta melarang pembagian saham untuk pihak sendiri dan perdagangan saham oleh orang dalam.
Prinsip ini terwujud dalam Pasal 94 UU Perseroan Terbatas yaitu mengenai pengangkatan anggota direksi oleh RUPS dan Pasal 96 yang memuat tentang ketentuan besarnya gaji dan tunjangan anggota direksi yang ditetapkan berdasarkan RUPS. Ketentuan pasal-pasal tersebut mencerminkan adanya perlindungan terhadap hak pemegang saham dan perlakuan yang adil untuk memilih anggota direksi, serta adanya hak dari pemegang saham untuk menentukan besar dan jenis penghasilan anggota direksi.
4.3. Peranan Pimpinan  yang Berhubungan dengan Prinsip Akuntabilitas
Prinsip Akuntabilitas merupakan suatu perwujudan kewajiban untuk mempertanggung jawabkan keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan visi dan misi perusahaan, untuk mencapi tujuan-tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan. Dengan kata lain Akuntabilitas merupakan pertanggung jawaban secara periodik dari pengurus perseroan. Prinsip ini diwujudkan antara lain dengan menyiapkan laporan keuangan pada waktu yang tepat dan dengan cara yang cepat.
Prinsip akuntabilitas ini dapat dilihat dari ketentuan Pasal 97 UU Perseroan Terbatas yakni bahwa direksi bertanggung jawab atas pengurusan perseroan dan pengurusan tersebut wajib dilaksanakan oleh setiap anggota direksi dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab. Kemudian dalam Pasal 100 yang mengatur mengenai kewajiban direksi untuk membuat dan menyimpan daftar pemegang saham, risalah RUPS, dan risalah rapat direksi, agar keadaan perseroan dapat diketahui sewaktu-waktu oleh komisaris dan pemegang saham. Selanjutnya dalam Pasal 102 yang memuat kewajiban direksi untuk meminta persetujuan RUPS jika mau mengalihkan harta kekayaan perseroan atau menjadikan jaminan hutang kekayaan perseroan, serta Pasal 104 yang mengatur kewajiban direksi untuk mengajukan permohonan pailit dengan persetujuan RUPS.

4.4. Peranan Pimpinan  yang Berhubungan dengan Prinsip Responsibilitas
Prinsip Responsibilitas merupakan prinsip yang berkenaan dengan tanggung jawab direksi dan para pemegang saham dalam suatu perusahaan yaitu terkait dengan pemenuhan kewajiban sosial perusahaan sebagai bagian dari masyarakat. Perusahaan harus menjunjung tinggi supremasi hukum, antara lain harus mengikuti peraturan di bidang perpajakan, ketenagakerjaan dan keselamatan kerja, kesehatan, lingkungan hidup, perlindungan konsumen dan larangan praktek monopoli serta usaha persaingan usaha tidak sehat.
Tanggung jawab direksi berkaitan dengan prinsip Resposibilitas yaitu direksi bertanggung jawab atas semua perbuatan hukum yang dilakukan perseroan selama perseroan belum berstatus badan hukum menjadi tanggung jawab direksi, pendiri, dan dewan komisaris (Pasal 14 UUPT). Membuat laporan tahunan mengenai pertanggung jawaban perseroan Terbatas (Pasal 66 UUPT ). Direksi wajib dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab mengemban tugas dan kewajibannya untuk kepentingan dan tujuan perseroan dan mempunyai kewenangan mewakili perseroan (Pasal 97).

5. Penutup
Good corporate governance (GCG) merupakan sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan guna menciptakan nilai tambah (value added) untuk semua stakeholder. Konsep ini menekankan pada dua hal yakni, pertama, pentingnya hak pemegang saham untuk memperoleh informasi dengan benar dan tepat pada waktunya dan, kedua, kewajiban perusahaan untuk melakukan pengungkapan (disclosure) secara akurat, tepat waktu, transparan terhadap semua informasi kinerja perusahaan, kepemilikan, dan stakeholder.
Terdapat empat komponen utama yang diperlukan dalam konsep Good Corporate Governance, yaitu fairness, transparency, accountability, dan responsibility. Keempat komponen tersebut penting karena penerapan prinsip Good Corporate Governance secara konsisten terbukti dapat meningkatkan kualitas laporan keuangan dan juga dapat menjadi penghambat aktivitas rekayasa kinerja yang mengakibatkan laporan keuangan tidak menggambarkan nilai fundamental perusahaan.
Pimpinan sebagai pihak yang bertanggung jawab dalam pengurusan perseroan mempunyai kewajiban untuk menerapkan prinsip-perinsip Good Corporate Governance dalam perseroan. Dalam menjalankan tugas-tugas tersebut, direksi harus menjalankannya dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab. Setiap anggota direksi bertanggung jawab secara pribadi atas kelalaian dalam menjalankan tugas-tugas tersebut, dan segala kerugian yang diderita oleh perseroan atau pihak ketiga harus ditanggung dengan harta pribadinya. Pimpinan yang tidak melaksanakan tanggung jawabnya, dengan kata lain tidak menerapkan prinsip-prinsip GCG sehingga mangakibatkan kerugian pada perseroan, menurut UUPT dianggap melanggar fiduciary duty. Dalam hal ini, direksi dapat digugat secara derivatif oleh pemegang saham yang bertindak atas nama perseroan.























[1] Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 Pasal 1 Butir 5, Perseroan Terbatas

[2] Gunawan widjaya, 150 Tanya Jawab Tentang Perseroan Terbatas, Forum Sahabat, 2008, Hal. 65 

[3] Nindyo Pramono, Seminar Indepedensi Direksi dan Komisari Dalam Rangka Meningkatkan Penerapan Good Corporate Governance oleh Dunia Usaha, Jakarta, Medio,2003, hlm. 18 

[4] Mas Achmad Santosa, Good Governance dan Hukum Lingkungan, Lembaga Pengembangan Hukum Lingkungan Indonesia, Jakarta, 2001, hal. 2

[5] Misahardi Wilamarta, Hak Pemegang Saham Minoritas Dalam Rangka Good Corporate Governace, Program Pasca Sarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, 2005, hlm.45 

[6] Aldridge, John.E Siswanto Sutojo.2008. Good Corporate Governance.Jakarta: PT.Damar  Mulia Pustaka.

[7] Tjager, Nyoman, Dkk.. 2003. Corporate Governance: Tantangan Dan Kesempatan Bagi  Komunitas Bisnis Indonesia. Jakarta: Prenhallindo, hal. 3

[8] Forum For Corporate Governance In Indonesia (Fcgi). 2001. “Tata Kelola perusahaan (Corporate Governance). Jakarta Http://WWW.Cic-Fcgi.OrgDi Akses Tanggal 27 Februari 2015

[9] Organization For Economic Coperation And Development (OECD). 2004. The Oecd Principles Of Corporate Governance. (Online), (Http://Www.Oecd.Org), Diakses Tanggal 27 Februari 2015

[10] Op. Cit. Tjager Nyoman, Dkk, 2003

[11] Achmad Daniri. 2005. Good Corporate Governance Konsep Dan Penerapannya. Jakarta. Ray Indonesia

[12] I. Nyoman Tjager, Corporate Governance dalam Pasar Modal, Newslette No. 37, Juni 1999, hal.1

[13] Investment & Financial Services Association (IFSA), Corporate A Guide for Investment Managers and Corporation, Sidney, N.S.W., Australia, 2000 

[14] M. Irsan Nasarudin dan Indra Surya, Aspek Hukum Pasar Modal Indonesia, Kencana, Jakarta, 2004, hal. 96

[15] I.G. Rai Widjaya, Hukum Perseroan Terbatas, Megapoin, Jakarta, 2002, hal. 64

[16] Kantor Mentri Negara Pendayagunaan BUMN/Badan Pembina BUMN, Corporate Governance dan Etika Korporasi, Jakarta, Balai Pustaka, 1999, hal. 61


EmoticonEmoticon

Diberdayakan oleh Blogger.