PERANAN
PIMPINAN DALAM PENERAPAN PRINSIP
GOOD
CORPORATE GOVERNANCE (GCG)
Budi
Gautama Siregar
Dosen
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam IAIN Padangsidimpuan
Abstrak
Good
corporate governance (GCG) is a system to regulate and control the enterprise
in order to create value added (value added) to all stakeholders. This concept
focuses on two things namely, first, the importance of the right of shareholders
to obtain information correctly and in a timely manner and, secondly, the
company's obligation to make disclosure (disclosure) is accurate, timely, transparent
to all information the company's performance, ownership, and stakeholders.
There
are four main components needed in the concept of good corporate governance,
namely fairness, transparency, accountability, and responsibility. These four
components are essential for the implementation of good corporate governance principles
consistently proven to improve the quality of financial reports and also may
become an obstacle to performance engineering activities that result in the financial
statements do not describe the fundamental value of the company.
Leadership
as the party responsible for the
management of the company has the obligation to apply the principles of good
corporate governance principles requires the company. In carrying out these
tasks, the directors must run it in good faith and full responsibility.
Keyword : Leadership, Principles, Good Corporate Governance
1.
Pendahuluan
Dunia
usaha sekarang ini semakin berkembang dan membutuhkan pengelolaan yang semakin
baik dan sehat. Perusahaan publik menuntut agar setiap pimpinan dan seluruh
karyawannya dapat menunjukkan tindakan yang terpuji kepada stakeholder dan
dapat bertanggungjawab atas semua tindakan dan keputusannya dalam mengelola
perusahaan. Guna meningkatkan performansi perusahaan kearah yang lebih baik,
maka perusahaan harus dikelola secara professional dengan mengindahkan
prinsip-prinsip Good Governance.
Keberlangsungan
eksistensi perusahaan tidak hanya diukur oleh performa keuangan, peningkatan
keuntungan akan tetapi juga performa internal perusahaan (etika dan Good
Corporate Governance) dan performa kepedulian sosial perusahaan. Kelemahan
mendasar pada perekonomian di Indonesia terutama diakibatkan oleh beberapa hal,
yaitu: kinerja keuangan yang buruk, daya saing yang rendah, ketiadaan
profesionalisme, tidak responsif terhadap perubahan dalam lingkungan bisnis,
pengelolaan ekonomi dan sektor usaha yang kurang efisien serta sistem
perbankan. Di dalam berbagai analisis dikemukakan, ada keterkaitan antara
krisis ekonomi, krisis finansial dan krisis yang berkepanjangan di berbagai
negara dengan lemahya corporate governance.
Namun
pada kenyataannya, pengendalian internal tidak berjalan sesuai konsepnya karena adanya penyimpangan dalam kinerja manajemen yang akan berpengaruh
terhadap kinerja perusahaan. Di dalam pengendalian internal, kinerja manajemen
sangat penting karena merupakan inti dari perusahaan dalam mencapai tujuannya.
Kinerja manajemen yang baik dapat meningkatkan pengendalian dalam perusahaan,
tetapi dalam pelaksanaan prosedur yang diterapkan sering tidak sesuai dengan
kinerja perusahaan dan juga pembagian tugas dan tanggung jawab. Kinerja
perusahaan merupakan sesuatu yang dihasilkan oleh perusahaan dalam periode
tertentu dengan mengacu pada standar yang ditetapkan. Dalam pencapaian tujuan
perusahaan maka kinerja perusahaan merupakan hal yang sangat penting.
Salah
satu usaha yang harus dilakukan dalam pencapaian tujuan organisasi adalah
dengan penerapan good corporate
governance yang baik. Corporate governance adalah seperangkat
tata hubungan antara manajemen, direksi, dewan komisaris, pemegang saham dan
para pemangku kepentingan (stakeholders)
lainnya yang mengatur dan mengarahkan kegiatan perusahaan. Good Corporate Governance (GCG) diperlukan untuk menjaga
kelangsungan hidup perusahaan melalui pengelolaan yang didasarkan pada asas
transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, independensi serta kewajaran dan
kesetaraan.
Perusahaan adalah lembaga ekonomi yang
didirikan oleh pemilik untuk mendapat keuntungan. Perusahaan memberi kontribusi
besar kepada pertumbuhan dan perkembangan ekonomi yang akan mengarah kepada
perbaikan standar hidup dan turunnya angka kemiskinan. Menurut Pasal 1 butir 5
Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007, “Pimpinan/Direksi adalah
organ perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan
perseroan untuk kepentingan perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan
perseroan serta mewakili perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan
sesuai dengan ketentuan anggaran dasar[1]” Direksi
adalah salah satu pihak yang bertanggung jawab untuk pengurusan perseroan
sesuai dengan tujuan perseroan. Hal ini dikarenakan “direksi adalah trustee sekaligus
agent bagi perseroan terbatas. Dikatakan sebagai trustee karena direksi
melakukan pengurusan terhadap harta kekayaan perseroan, dan dikatakan agent,
karena direksi bertindak keluar untuk dan atas nama perseroan”[2]
Pimpinan
bertanggung jawab penuh atas manajemen perusahaan. Setiap anggota direksi
bertanggung jawab penuh dan secara pribadi jika ia bersalah atau lalai dalam
menjalankan tugas-tugasnya. Dalam melaksanakan tugasnya, direksi harus mematuhi
anggaran dasar perseroan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam
hal ini pimpinan harus menjalankan tugas-tugasnya dengan itikad baik dan penuh
tanggung jawab. Dalam kaitannya dengan Good
Corporate Governance (GCG), direksi dipandang sebagai kunci utama
keberhasilan penerapan prinsip-prinsip GCG. Secara teoritis harus diakui bahwa
dengan melaksanakan prinsip-prinsip GCG ada beberapa manfaat yang bisa diambil
yakni : 1) Meningkatkan kinerja perusahaan melalui terciptanya proses pengambilan
keputusan yang baik, 2) Mempermudah diperolehnya dana pembiayaan yang lebih
murah yang pada akhirnya akan meningkatkan corporate value, 3)
Mengembalikan kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia, 4)
Pemegang saham akan merasa puas dengan kinerja perusahaan karena sekaligus akan
meningkatkan shareholders.[3]
Pada
umumnya penerapan prinsip-prinsip GCG ini dapat membantu perusahaan keluar dari
krisis ekonomi. Krisis ekonomi yang berlangsung telah membuktikan betapa
lemahnya penerapan GCG dalam praktek bisnis di Indonesia. Hal tersebut menurut
Mas Achmad Santosa, “disebabkan oleh birokrasi yang korup, legislatif yang
tidak aspiratif dan tanggap, tidak adanya sistem kontrol timbal balik yang
positif dan konstruktif”.[4]
Misahardi
mengatakan bahwa “tidaklah
mengherankan bila ada beberapa kalangan yang menyatakan bahwa hancurnya dunia
usaha Indonesia karena adanya kolaborasi antara pengusaha dan penguasa.
Korupsi, kolusi, dan Nepotisme (KKN) merupakan penyebab utama yang harus
bertanggung jawab atas ambruknya perekonomian Indonesia”.[5]
Berdasarkan permasalahan diatas, maka
pada kesempatan ini penulis tertarik mencoba untuk membuat sebuah tulisan yang
dituangkan dalam artikel dengan judul “Peranan Pimpinan Dalam Penerapan Prinsip
Good Corporate Governance”.
2. Good Corporate Governance
2.1. Pengertian
Prinsip Good Governance merupakan
kaidah, norma ataupun pedoman harus digunakan oleh pimpinan perusahaan dan para
pegawai agar segala tindakan maupun keputusan yang dilakukannya adalah dalam
rangka mendukung kepentingan perusahaan dan pemegang saham. Kaidah, norma ataupun
pedoman yang digunakan harus mengikuti kaidah yang telah ditetapkan oleh Pemerintah maupun ketentuan
pengelolaan perusahaan yang telah ditetapkan pada perusahan publik.
Agar praktek-praktek good governance
menjadi tindakan yang nyata dari pimpinan dan para pegawainya, maka diperlukan
suatu pedoman Good Corporate Governance (GCG) Banyak difinisi
yang berkaitan dengan corporate governance, diantaranya adalah sebagai berikut :
a. Kata governance berasal dari bahasa Perancis guvernance yang berarti pengendalian. Selanjutnya kata tersebut dipergunakan dalam
konteks kegiatan perusahaan atau jenis organisasi yang lain, menjadicoporate
governance. Dalam bahasa Indonesia corporate
governance diterjemahkan sebagai tata kelola atau tata pemerintahan
perusahaan. Good Corporate Governance
sendiri dapat didefinisikan sebagai suatu pola hubungan, sistem, dan proses yang digunakan oleh organ
perusahaan (Direksi, Dewan Komisaris, RUPS) guna memberikan nilai tambah kepada
pemegang saham secara berkesinambungan dalam jangka panjang, dengan tetap
memperhatikan kepentingan stakeholder lainnya, berlandaskan peraturan
perundangan dan norma yang berlaku[6].
b. Istilah Good Corporate Governance pertama kali
diperkenalkan oleh Cadbury Committee di
tahun 1992 yang menggunakan istilah tersebut dalam laporan mereka yang kemudian
dikenal sebagai Cadbury Report.
Laporan ini dipandang sebagai titik balik (turning
point) yang sangat menentukan bagi praktik Good Corporate Governance di seluruh dunia.[7]
Good Corporate Governance, sebagai
sistem yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan dengan tujuan, agar mencapai
keseimbangan antara kekuatan kewenangan yang diperlukan oleh perusahaan, untuk
menjamin kelangsungan eksistensinya dan pertanggungjawaban kepada stakeholders.
Hal ini berkaitan dengan peraturan kewenangan pemilik, direktur, manajer,
pemegang saham dan sebagainya.
c. Menurut FCGI
(2001) pengertian Good Corporate
Governance adalah seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara
pemegang saham, pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah,
karyawan serta para pemegang kepentingan intern dan esktern lainnya yang
berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka atau dengan kata lain suatu
sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan[8].
d. Corporate governance adalah
seperangkat tata hubungan diantara manajemen, direksi, dewan komisaris,
pemegang saham dan para pemangku kepentingan (stakeholders) lainnya yang
mengatur dan mengarahkan kegiatan perusahaan[9].
e. Berdasarkan
Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor KEP-117/M-MBU/2002, Good Corporate Governance adalah suatu
proses dari struktur yang digunakan oleh organ BUMN untuk meningkatkan
keberhasilan usaha dan akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan nilai pemegang
saham dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholderlainnya,
berlandaskan peraturan perundangan dan etika.
f.
Malaysian
Finance Committe on Corporate Governance memberikan definisi yang lebih luas
mengenai konsep Good Corporate Governance.
Good Corporate Governance merupakan
suatu proses dan struktur yang digunakan untuk mengarahkan dan mengelola bisnis
serta akuntabilitas korporasi dengan tujuan untuk meningkatkan nilai saham
dalam jangka panjang serta memperhatikan kepentingan pihak-pihak lain yang
terkait dengan perusahaan (stakeholder).
Good Corporate Governance sering
disebut sebagai sebuah pola hubungan, sistem dan proses yang digunakan oleh organ perusahaan guna
memberikan nilai tambah secara berkesinambungan dalam jangka panjang bagi
pemegang saham dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholder lainnya,
berlandaskan peraturan perundangan dan norma yang berlaku.[10]
2.2.
Tujuan dan Prinsip Dasar GCG
Good
corporate governance diperlukan untuk menjaga kelangsungan
hidup perusahaan melalui pengelolaan yang didasarkan pada asas transparansi,
akuntabilitas, responsibilitas, independensi serta kewajaran dan kesetaraan. Di
Inodnesia, penerapan GCG telah dibuatkan
pedomannya oleh Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG) melalui bukunya
yang baru dirilis tahun 2006 dengan judul “Pedoman Umum Good Corporate Governance Indonesia”. GCG bagi suatu
organisasi/perusahaan dimaksudkan sebagai pedoman manajemen dan karyawan dalam
menjalankan praktek bisnis yang memenuhi persyaratan GCG. Sedangkan tujuannya
adalah :
a.
Memaksimalkan
value perusahaan dengan cara meningkatkan prinsip keterbukaan, akuntabilitas,
dipercaya dan dapat dipertanggungjawabkan;
b.
Memastikan
pengelolaan perusahaan dilakukan secara profesional, transparan dan efesien;
c.
Mewujudkan
kemandirian dalam membuat keputusan sesuai degnan peran dan tanggungjawab
masing-masing pimpinan dalam perusahaan tersebut;
d.
Memastikan
setiap karyawan dalam perusahaan berperan sesuai dengan wewenang dan
tanggungjawab yang telah ditetapkan.
e.
Mewujudkan
praktek bisnis yang sejalan dengan prinsip-prinsip GCG secara konsisten.
Selanjutnya disebutkan bahwa jika
perusahaan menerapkan mekanisme GCG secara konsisten dan efektif maka akan dapat
memberikan manfaat, diantaranya :
a)
Mengurangi
terjadinya agency cost;
b)
Mengurangi cost of capital;
c)
Meningkatkan
nilai saham perusahaan
d)
Menciptakan
dukungan para pemegang saham dalam perusahaan[11]
Penerapan GCG telah menjadi perhatian bagi dunia bisnis
disetiap negara. Prinsip-prinsip GCG yang dikeluarkan oleh OECD menjadi acuan
bagi setiap negara dalam penerapannya. Prinsip GCG yang dikeluarkan oleh OECD
tahun 2004 mencakup hal-hal berikut :
1. Ensuring the basis for an Effective
Corporate Governance Framework
2. The Rights of Shareholders and Key
Ownership Functions
3. The Equitable Treatment of
shareholders
4. The Role of Stakeholders in
Corporate Governance
5. Disclosure and Transparency
6. The
responsibilities of the Board
Berdasarkan prinsip-prinsip tersebut, masing-masing
negara selanjutnya mengadopsi prinsip tersebut dalam Pedoman Umum Good Corporate Governance di
Indonesiakan disusun oleh Komite Nasional Kebijakan Governance. Pedoman yang diterbitkan pada tahun 2006 ini merupakan
revisi atas Pedoman Good
Corporate Governance yang diterbitkan pada tahun 2001. Meskipun Pedoman Umum Good
Corporate Governance Indonesia 2006
ini tidak memiliki kekuatan hukum yang
mengikat, namun dapat menjadi rujukan bagi dunia usaha dalam menerapkan Good
Corporate Governance. Adapun prinsip dan pedoman pelaksanaan GCG adalah :
No.
|
Prinsip
|
Pedoman Pelaksanaan
|
1.
|
Transparansi
(Transparency)
Untuk
menjaga obyektivitas dalam menjalankan
bisnis, perusahaan harus menyediakan
informasi yang material dan relevan
dengan cara yang mudah diakses dan
dipahami oleh pemangku kepentingan.
Perusahaan
harus mengambil inisiatif untuk
mengungkapkan tidak hanya masalah yang disyaratkan oleh peraturan perundang-undangan,
tetapi juga hal yang penting untuk pengambilan
keputusan oleh pemegang saham, kreditur dan pemangku kepentingan lainnya.
|
1. Perusahaan
harus menyediakan informasi secara tepat waktu, memadai, jelas, akurat dan
dapat diperbandingkan serta mudah diakses oleh pemangku kepentingan sesuai
dengan haknya.
2. Informasi
yang harus diungkapkan meliputi,
tetapi tidak terbatas pada, visi, misi, sasaran usaha dan strategi perusahaan, kondisi keuangan, susunan dan
kompensasi pengurus, pemegang saham pengendali, kepemilikan saham oleh
anggota. Direksi dan anggota Dewan
Komisaris beserta anggota keluarganya dalam perusahaan danperusahaan lainnya,
sistem manajemen risiko, sistem pengawasan dan pengendalian internal, sistem
dan pelaksanaan GCG serta tingkat kepatuhannya, dan kejadian penting yang
dapat mempengaruhi kondisi perusahaan.
3. Prinsip
keterbukaan yang dianut oleh perusahaan tidak mengurangi kewajiban untuk memenuhi
ketentuan kerahasiaan perusahaan sesuai dengan peraturan perundang-undangan,
rahasia jabatan, dan hak-hak pribadi
4. Kebijakan
perusahaan harus tertulis dan secara proporsional dikomunikasikan kepada
pemangku kepentingan.
|
2.
|
Akuntabilitas
(Accountability)
Perusahaan
harus dapat mempertanggungjawabkan kinerjanya secara transparan dan wajar. Untuk itu perusahaan
harus
dikelola secara benar, terukur dan sesuai
dengan kepentingan perusahaan dengan tetap memperhitungkan kepentingan pemegang saham dan pemangku
kepentingan lain.
Akuntabilitas
merupakan prasyarat yang diperlukan
untuk mencapai kinerja yang berkesinambungan
|
1. Perusahaan harus menetapkan rincian tugas dan
tanggung jawab masing-masing organ perusahaan dan semua karyawan secara jelas
dan selaras dengan visi, misi, nilai-nilai perusahaan (corporate values), dan
strategi perusahaan.
2. Perusahaan
harus meyakini bahwa semua organ
perusahaan dan semua karyawan mempunyai kemampuan sesuai dengan tugas, tanggung jawab, dan perannya dalam pelaksanaan
GCG
3. Perusahaan harus memastikan adanya sistem pengendalian internal yang efektif dalam
pengelolaan perusahaan.
4. Perusahaan harus memiliki ukuran kinerja untuk
semua jajaran perusahaan yang konsisten dengan sasaran usaha perusahaan,
serta memiliki sistem penghargaan dan sanksi (reward and punishment system)
5. Dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya,
setiap organ perusahaan dan semua karyawan harus berpegang pada etika bisnis
dan pedoman perilaku (code of conduct) yang telah disepakat.
|
3.
|
Responsibilitas
(Responsibility)
Perusahaan
harus mematuhi peraturan perundang-undangan serta melaksanakan tanggung jawab
terhadap masyarakat dan lingkungan
sehingga dapat terpelihara kesinambungan usaha dalam jangka panjang dan mendapat pengakuan sebagai good
corporate citizen.
|
1. Organ
perusahaan harus berpegang pada prinsip kehati-hatian dan memastikan
kepatuhan terhadap peraturan perundang undangan, anggaran dasar dan peraturan
perusahaan (by-laws)
2. Perusahaan harus melaksanakan tanggung jawab sosial dengan antara lain peduli
terhadap masyarakat dan kelestarian lingkungan terutama di sekitar perusahaan
dengan membuat perencanaan dan pelaksanaan yang memadai.
|
4.
|
Independensi
(Independency)
Untuk
melancarkan pelaksanaan asas GCG, perusahaan harus dikelola secara independen sehingga
masing-masing organ perusahaan tidak saling mendominasi dan tidak dapat
diintervensi oleh pihak lain
|
1. Masing-masing
organ perusahaan harus menghindari
terjadinya dominasi oleh pihak manapun, tidak terpengaruh oleh kepentingan
tertentu, bebas dari benturan kepentingan (conflict of interest) dan dari
segala pengaruh atau tekanan, sehingga pengambilan keputusan dapat dilakukan
secara obyektif.
2. Masing-masing
organ perusahaan harus melaksanakan
fungsi dan tugasnya sesuai dengan anggaran dasar dan peraturan
perundang-undangan, tidak saling mendominasi dan atau melempar tanggung jawab antara satu dengan yang lain
|
5.
|
Kewajaran
dan Kesetaraan (Fairness)
Dalam
melaksanakan kegiatannya, perusahaan
harus senantiasa memperhatikan kepentingan pemegang saham dan pemangku
kepentingan lainnya berdasarkan asas
kewajaran dan kesetaraan.
|
1. Perusahaan
harus memberikan kesempatan kepada pemangku kepentingan untuk memberikan
masukan dan menyampaikan pendapat bagi kepentingan perusahaan serta membuka akses terhadap informasi
sesuai dengan prinsip transparansi dalam lingkup kedudukan masing-masing.
2. Perusahaan
harus memberikan perlakuan yang setara dan wajar kepada pemangku kepentingan
sesuai dengan manfaat dan kontribusi yang diberikan kepada perusahaan
3. Perusahaan
harus memberikan kesempatan yang sama dalam penerimaan karyawan, berkarir dan
melaksanakan tugasnya secara profesional tanpa membedakan suku, agama, ras, golongan,
gender, dan kondisi fisik.
|
Sumber : Pedoman Umum GCG Indonesia 2006
3. Implementasi Good
Corporate Governance
Terdapat tiga arah agenda penerapan GCG di Indonesia
(BP BUMN, 1999) yakni, menetapkan kebijakan nasional, menyempurnaan
kerangkanasional dan membangun inisiatif sektor swasta. Terkait dengan kerangka
regulasi, Bapepam bersama dengan self-regulated organization (SRO) yang
didukung oleh Bank Dunia dan ADB telah menghasilkan beberap proyek GCG seperti
JSX Pilot project, ACORN, ASEM, dan ROSC. Seiring dengan proyek-proyek ini,
kementerian BUMN juga telah mengembangkan kerangka untuk implementasi
GCG.
Dalam kaitan dengan peran dan fungsi tersebut,
BAPEPAM dapat memastikan bahwa berbagai peraturan dan ketentuan yang ada, terus
menerus disempurnakan, serta berbagai pelanggaran yang terjadi akan mendapatkan
sanksi sesuai ketentuan yang berlaku. Dalam hal regulatory framework,
untuk mengkaji peraturan perundang-undangan yang terkait dengan korporasi dan
program reformasi hukum, pada umumnya terdapat beberapa capaian yang terkait
dengan implementasi GCG seperti diberlakukannya undang-undang tentang Bank
Indonesia di tahun 1998, undang-undang anti korupsi tahun 1999, dan
undang-undang BUMN, serta privatisasi BUMN tahun 2003.
Demikian pula dengan proses amandemen undang-undang
perseroan terbatas, undang-undang pendaftaran perusahaan, serta undang-undang
kepailitan yang saat ini masih sedang dalam proses penyelesaian. Dalam
pelaksanaan program reformasi hukum, terdapat beberapa hal penting yang telah diterapkan,
misalnya pembentukan pengadilan niaga yang dimulai tahun 1997 dan pembentukan
badan arbitrasi pasar modal tahun 2001.
Bergulirnya reformasi corporate governance masih
menyisakan hal-hal strategis yang harus dikaji, seperti kesesuaian dan
sinkronisasi berbagai peraturan perundangan yang terkait. Demikian pula yang
terkait dengan otonomi daerah, permasalahan yang timbul dalam kerangka regulasi
adalah pemberlakuan undang-undang otonomi daerah yang cenderung kebablasan
tanpa diikuti dengan kesadaran dan pemahaman good governance itu
sendiri. Inisiatif di sektor swasta terlihat pda aktivitas organisasi-organisasi
corporate governance dalam bentuk upaya-upaya sosialisasi, pendidikan,
pelatihan, pembuatan rating, penelitian, dan advokasi.
Pendatang baru di antara organisasi-organisasi ini
adalah IKAI dan LAPPI. IKAI adalah asosiasi untuk para anggota komite audit,
sedangkan LAPPI (lembaga advokasi, proxi, dan perlindungan investor) pada dasarnya
berbagi pengalaman dalam shareholders activism, dengan misi utama melindungi
kepentingan para pemegang saham minoritas.
Dalam penerapan GCG di Indonesia, seluruh pemangku
kepentingan turut berpartisipasi. Komite Nasional Kebijakan Corporate
Governance yang diawal tahun 2005 di ubah menjadi Komite Nasional Kebijkan Governance
telah menerbitkan pedoman Aspek baru dalam implentasi GCG di lingkungan BUMN
adalah kewajban untuk memiliki statement of corporate intent (SCI).
SCI pada dasarnya adalah komitmen perusahaan terhadap pemegang saham dalam
bentuk suatu kontrak yang menekankan pada strategi dan upaya manajemen dan
didukung dengan dewan komisaris dalam mengelola perusahaan.
Terkait dengan SCI, direksi diwajibkan untuk menanda
tangani appointment agreements (AA) yang merupakan komitmen direksi
untuk memenuhi fungsi-fungsi dan kewajiban yang diembannya. Indikator kinerja
direksi terlihat dalam bentuk reward and punishment system dengan
meratifikasi undang-undang BUMN. Pasar modal juga perlu menerapkan
prinsip-prinsip GCG untuk perusahaan publik. Ini ditunjukkan melalui berbagai
regulasi yang dikeluarkan oleh Bursa Efek Jakarta (BEJ), yang menyatakan bahwa seluruh
perusahaan tercatat wajib melaksanakan GCG. Implementasi GCG dimaksudkan untuk
meningkatkan perlindungan kepentingan investor, terutam para pemegang saham di
perusahaan-perusahaan terbuka.
4. Peranan Pimpinan Dalam Penerapan GCG
Secara historis GCG telah diawali sejak
200 tahun lalu ketika Blackstone menggambarkan
korporasi sebagai little republic. Dengan demikian, unsur pengelolaan
perusahaan seperti halnya suatu republik harus diselenggarakan melalui
tindakan-tindakan sebagai berikut :
a. Pemilihan anggota dewan direksi (board of director) oleh pemegang saham melalui pemberian suara yang
merupakan hak dasar pemegang saham.
b. Organ legislatif perusahaan (board od director) yang merupakan sentral kewenangan manajerial.
Kewenangan perusahaan berada pada board of director.
c. Birokrasi perusahaan yang terdiri dari board of director dan
eksekutif pelaksana sehari-hari manajemen perusahaan (day to day management)[12]
Kemudian berbagai institusi
internasional di berbagai negara telah banyak memberikan pengertian mengenai corporate governance. Secara umum
corporate governance dapat diartikan sebagai :
Proses
dan struktur yang digunakan untuk mengarahkan dan mengelola bisnis dan
urusan-urusan perusahaan dalam rangka menningkatkan kemakmuran bisnis dan
akuntabilitas perusahaan dengan tujuan utama mewujudkan nilai tambah pemegang
saham dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan stakeholder yang lain.[13]
Dari pengertian tersebut menurut M.
Irsan Nasarudin dan Indra Surya dapat dikatakan bahwa ”corporate governance mengandung prinsip pengelolaan perusahaan
dengan memperhatikan keseimbangan kewenangan pelaksana perusahaan dengan
kepentingan pemegang saham serta kepentingan masyarakat luas sebagai bagian
dari stakeholder”.[14]
Dalam kaitannya dengan tugas dan
tanggung jawab direksi sebagai suatu organ perseroan untuk menerapkan prinsip
GCG, direksi tidak secara sendiri-sendiri bertanggung jawab kepada perseroan.
Menurut UU Perseroan Terbatas, direksi merupakan suatu organ yang di dalamnya
terdiri satu atau lebih anggota yang dikenal dengan sebutan direktur. Pada
prinsipnya hanya ada satu orang direktur, akan tetapi dalam hal-hal tertentu
sebuah Perseroan Terbatas haruslah mempunyai paling sedikit 2 (dua) orang
direktur, yaitu dalam hal, sebagai berikut :
1.
Perseroan yang bidang usahanya mengerahkan dana masyarakat
2.
Perseroan yang menerbitkan surat pengakuan hutang
3.
Perseroan berbentuk Perseroan Terbuka.[15]
Adapun tanggung jawab pimpinan/direksi
menurut Pasal 97 ayat (1,2, dan 3) UU Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007
adalah sebagai berikut :
1. Bertanggung jawab atas pengurusan perseroan untuk kepentingan
perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan;
2. Setiap anggota direksi wajib dengan itikad baik dan penuh
tanggung jawab menjalankan tugas untuk kepentingan dan usaha perseroan;
3. Setiap anggota direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi
atas kerugian perseroan apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai
menjalankan tugasnya sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(2).
4.1. Peranan
Pimpinan yang Berhubungan dengan Prinsip
Transparansi
Sebagai kewajiban untuk melakukan
transparansi, direksi bertanggung jawab penuh atas kebenaran dan keakuratan
setiap data dan keterangan yang disediakannya kepada publik dan para pemegang
saham maupun pihak ketiga berdasarkan perjanjian, yaitu untuk hal-hal yang
berkaitan dengan kinerja keuangan, liability, kepemilikan,dan isu corporate
governance. Dengan kata lain, ”Prinsip Transparansi menekankan bahwa
keterbukaan harus diterapkan dalam setiap aspek di perusahaan yang berkaitan
dengan kepentingan publik atau pemegang saham. Transparansi dalam GCG adalah
wujud pengelolaan perusahaan secara terbuka dan pengungkapan fakta yang akurat
serta tepat waktu kepada stakeholder”[16]
Pasal-pasal yang mengatur prinsip
transparansi dalam UU Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007 antara lain :
a. Pasal 66 yang memuat
tentang kewajiban direksi untuk membuat laporan tahunan yang berisikan laporan
keuangan, kegiatan perseroan, tanggung jawab sosial dan lingkungan, rincian
masalah yang timbul selama tahun buku, tugas pengawasan yang dilakukan Dewan
Komisaris, nama anggota direksi dan Dewan Komisaris, gaji dan tunjangan anggota
direksi dan dewan komisaris, neraca rugi laba dari tahun buku yang
bersangkutan.
b. Pasal 100 yang memuat tentang kewajiban direksi untuk membuat
daftar pemegang saham, daftar khusus, risalah RUPS, dan risalah rapat direksi.
c. Pasal 101 yang memuat kewajiban anggota direksi untuk
melaporkan kepada perseroan mengenai saham yang dimiliki anggota direksi yang
bersangkutan dan atau keluarganya dalam perseroan dan perseroan lainnya.
d. Pasal 102 yang memuat kewajiban direksi untuk meminta
persetujuan RUPS jika mau mengalihkan harta kekayaan perseroan atau menjadikan
jaminan hutang kekayaan perseroan.
4.2.
Peranan Pimpinan yang Berhubungan dengan
Prinsip Keadilan
Prinsip
keadilan adalah memberikan perlakuan yang sama terhadap pemegang saham.
Perlakuan yang sama ini misalnya dalam hal memberikan informasi yang benar dan
akurat atas kinerja perusahaan, dan informasi ini diberikan tidak kepada
pemegang saham tertentu saja, tetapi semua pemegang saham mempunyai kesempatan
yang sama untuk mengakses informasi yang dibutuhkan, termasuk perlakuan yang
adil dan perlindungan hukum bagi pemegang saham minoritas. Dan pemegang saham
asing serta melarang pembagian saham untuk pihak sendiri dan perdagangan saham
oleh orang dalam.
Prinsip ini terwujud dalam Pasal 94 UU
Perseroan Terbatas yaitu mengenai pengangkatan anggota direksi oleh RUPS dan
Pasal 96 yang memuat tentang ketentuan besarnya gaji dan tunjangan anggota
direksi yang ditetapkan berdasarkan RUPS. Ketentuan pasal-pasal tersebut
mencerminkan adanya perlindungan terhadap hak pemegang saham dan perlakuan yang
adil untuk memilih anggota direksi, serta adanya hak dari pemegang saham untuk
menentukan besar dan jenis penghasilan anggota direksi.
4.3. Peranan
Pimpinan yang Berhubungan dengan Prinsip
Akuntabilitas
Prinsip Akuntabilitas merupakan suatu
perwujudan kewajiban untuk mempertanggung jawabkan keberhasilan atau kegagalan
pelaksanaan visi dan misi perusahaan, untuk mencapi tujuan-tujuan dan sasaran
yang telah ditetapkan. Dengan kata lain Akuntabilitas merupakan pertanggung
jawaban secara periodik dari pengurus perseroan. Prinsip ini diwujudkan antara
lain dengan menyiapkan laporan keuangan pada waktu yang tepat dan dengan cara yang
cepat.
Prinsip akuntabilitas ini dapat dilihat
dari ketentuan Pasal 97 UU Perseroan Terbatas yakni bahwa direksi bertanggung
jawab atas pengurusan perseroan dan pengurusan tersebut wajib dilaksanakan oleh
setiap anggota direksi dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab. Kemudian
dalam Pasal 100 yang mengatur mengenai kewajiban direksi untuk membuat dan
menyimpan daftar pemegang saham, risalah RUPS, dan risalah rapat direksi, agar
keadaan perseroan dapat diketahui sewaktu-waktu oleh komisaris dan pemegang
saham. Selanjutnya dalam Pasal 102 yang memuat kewajiban direksi untuk meminta
persetujuan RUPS jika mau mengalihkan harta kekayaan perseroan atau menjadikan
jaminan hutang kekayaan perseroan, serta Pasal 104 yang mengatur kewajiban
direksi untuk mengajukan permohonan pailit dengan persetujuan RUPS.
4.4. Peranan
Pimpinan yang Berhubungan dengan Prinsip
Responsibilitas
Prinsip
Responsibilitas merupakan prinsip yang berkenaan dengan tanggung jawab direksi
dan para pemegang saham dalam suatu perusahaan yaitu terkait dengan pemenuhan
kewajiban sosial perusahaan sebagai bagian dari masyarakat. Perusahaan harus
menjunjung tinggi supremasi hukum, antara lain harus mengikuti peraturan di
bidang perpajakan, ketenagakerjaan dan keselamatan kerja, kesehatan, lingkungan
hidup, perlindungan konsumen dan larangan praktek monopoli serta usaha
persaingan usaha tidak sehat.
Tanggung jawab direksi berkaitan dengan
prinsip Resposibilitas yaitu direksi bertanggung jawab atas semua perbuatan
hukum yang dilakukan perseroan selama perseroan belum berstatus badan hukum
menjadi tanggung jawab direksi, pendiri, dan dewan komisaris (Pasal 14 UUPT).
Membuat laporan tahunan mengenai pertanggung jawaban perseroan Terbatas (Pasal
66 UUPT ). Direksi wajib dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab mengemban
tugas dan kewajibannya untuk kepentingan dan tujuan perseroan dan mempunyai
kewenangan mewakili perseroan (Pasal 97).
5. Penutup
Good corporate governance (GCG)
merupakan sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan guna menciptakan
nilai tambah (value added) untuk semua stakeholder. Konsep ini
menekankan pada dua hal yakni, pertama, pentingnya hak pemegang saham untuk
memperoleh informasi dengan benar dan tepat pada waktunya dan, kedua, kewajiban
perusahaan untuk melakukan pengungkapan (disclosure) secara akurat,
tepat waktu, transparan terhadap semua informasi kinerja perusahaan,
kepemilikan, dan stakeholder.
Terdapat empat komponen utama yang diperlukan dalam
konsep Good Corporate Governance, yaitu fairness, transparency,
accountability, dan responsibility. Keempat komponen tersebut
penting karena penerapan prinsip Good Corporate Governance secara
konsisten terbukti dapat meningkatkan kualitas laporan keuangan dan juga dapat
menjadi penghambat aktivitas rekayasa kinerja yang mengakibatkan laporan
keuangan tidak menggambarkan nilai fundamental perusahaan.
Pimpinan sebagai pihak yang bertanggung
jawab dalam pengurusan perseroan mempunyai kewajiban untuk menerapkan
prinsip-perinsip Good Corporate Governance dalam perseroan. Dalam menjalankan
tugas-tugas tersebut, direksi harus menjalankannya dengan itikad baik dan penuh
tanggung jawab. Setiap anggota direksi bertanggung jawab secara pribadi atas
kelalaian dalam menjalankan tugas-tugas tersebut, dan segala kerugian yang
diderita oleh perseroan atau pihak ketiga harus ditanggung dengan harta
pribadinya. Pimpinan yang tidak melaksanakan tanggung jawabnya, dengan kata
lain tidak menerapkan prinsip-prinsip GCG sehingga mangakibatkan kerugian pada
perseroan, menurut UUPT dianggap melanggar fiduciary
duty. Dalam hal ini, direksi dapat digugat secara derivatif oleh pemegang
saham yang bertindak atas nama perseroan.
[1] Undang-Undang
No. 40 Tahun 2007 Pasal 1 Butir 5, Perseroan
Terbatas
[2] Gunawan
widjaya, 150 Tanya Jawab Tentang Perseroan Terbatas, Forum Sahabat, 2008, Hal.
65
[3] Nindyo Pramono,
Seminar Indepedensi Direksi dan Komisari Dalam Rangka Meningkatkan Penerapan
Good Corporate Governance oleh Dunia Usaha, Jakarta, Medio,2003, hlm. 18
[4] Mas Achmad
Santosa, Good Governance dan Hukum Lingkungan, Lembaga Pengembangan Hukum
Lingkungan Indonesia, Jakarta, 2001, hal. 2
[5] Misahardi
Wilamarta, Hak Pemegang Saham Minoritas Dalam Rangka Good Corporate Governace,
Program Pasca Sarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, 2005,
hlm.45
[6]
Aldridge,
John.E Siswanto Sutojo.2008. Good Corporate Governance.Jakarta: PT.Damar Mulia Pustaka.
[7]
Tjager,
Nyoman, Dkk.. 2003. Corporate Governance: Tantangan Dan Kesempatan Bagi Komunitas Bisnis Indonesia. Jakarta:
Prenhallindo, hal. 3
[8]
Forum For
Corporate Governance In Indonesia (Fcgi). 2001. “Tata Kelola perusahaan (Corporate Governance). Jakarta
Http://WWW.Cic-Fcgi.OrgDi Akses Tanggal 27 Februari 2015
[9]
Organization
For Economic Coperation And Development (OECD). 2004. The Oecd Principles Of Corporate Governance. (Online),
(Http://Www.Oecd.Org), Diakses Tanggal 27 Februari 2015
[10] Op. Cit. Tjager
Nyoman, Dkk, 2003
[11]
Achmad
Daniri. 2005. Good Corporate Governance
Konsep Dan Penerapannya. Jakarta. Ray Indonesia
[12] I. Nyoman
Tjager, Corporate Governance dalam Pasar
Modal, Newslette No. 37, Juni 1999, hal.1
[13] Investment
& Financial Services Association (IFSA), Corporate A Guide for Investment
Managers and Corporation, Sidney, N.S.W., Australia, 2000
[14] M. Irsan
Nasarudin dan Indra Surya, Aspek Hukum Pasar Modal Indonesia, Kencana, Jakarta,
2004, hal. 96
[15] I.G. Rai
Widjaya, Hukum Perseroan Terbatas, Megapoin, Jakarta, 2002, hal. 64
[16] Kantor Mentri
Negara Pendayagunaan BUMN/Badan Pembina BUMN, Corporate Governance dan Etika
Korporasi, Jakarta, Balai Pustaka, 1999, hal. 61
EmoticonEmoticon